Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Repotnya Persalinan Perempuan Itu...

Kompas.com - 14/04/2011, 06:32 WIB

Akibatnya, menyandang status sebagai perempuan ODHA hamil seperti sebuah ketidakberdayaan yang komplet. Bagi sang pengidap, dalam realitas sudah cukup beruntung jika bisa kembali hidup ”normal” berumah tangga, dan mendapat suami yang mengayomi ekonominya. Alangkah fatalnya jika pasangan hidup, atau suaminya, mengetahui status ODHA. Bisa-bisa rumah tangga terancam bubar. Maka, masuk akal jika pernikahan dengan ODHA tidak diawali dengan keterusterangan sang perempuan akan status HIV-nya.

Si ibu hamil yang dikisahkan di awal tulisan ini bukanlah bekas TKW, melainkan bekas tenaga yang menemani tamu menyanyi di kafe. Di Temanggung, jumlah perempuan yang bekerja seperti ini mencapai sekitar 400. Karena desakan ekonomi, tak jarang mereka melayani ajakan kencan pengunjung kafe.

Menurut aktivis anti-HIV/ AIDS, Ifada Nurahmania, kampanye anti-HIV/AIDS sudah gencar dilakukan di kafe-kafe lagu. Ifada adalah pendiri dan pemimpin Pusat Studi Perempuan Tulungagung (Puspita) yang mengelola kampanye anti- HIV/AIDS di Tulungagung.

Bedah ”caesar”

Menurut protokol kesehatan, perempuan yang melahirkan dalam status pengidap HIV/AIDS harus melalui operasi bedah caesar. Tindakan medis itu bisa mengurangi risiko bayi tertular virus HIV saat ibunya mengalami pendarahan.

Namun, dalam suasana psikologi tertekan, seraya harus merahasiakan status HIV-nya, sulitlah bagi perempuan untuk meminta layanan caesar pada birokrasi puskesmas, rumah sakit, dan dinas kesehatan.

Sejauh ini, tercatat 13 persalinan ODHA di Tulungagung. Namun, hanya tiga di antaranya yang melewati caesar. Terungkap bahwa selama ini dokter punya cara untuk mengakali jadwal demi menghindarkan kewajiban caesar. Modusnya, dengan mengundurkan jadwal caesar sehingga si ibu sudah keburu melahirkan di rumah atau melalui jasa bidan. Cara itu bisa meniadakan operasi caesar yang berbiaya Rp 7 juta.

Menurut Zainur dan Ifada, tak ada pihak yang melindungi ODHA, apalagi ODHA hamil, kecuali relawan yang tenaga dan biayanya amat terbatas.

Berkat desakan terus-menerus dari lembaga nirlaba, akhirnya persalinan ODHA hamil di awal kisah ini berlangsung dengan caesar. Kepala Dinas Kesehatan Tulungagung dr Gatot D Purwanto menegaskan, secara normatif asal sudah terdaftar di puskesmas, ODHA hamil bisa mendapat layanan caesar.

Namun, dr Oni Dwi Irianto yang membantu persalinan itu menyatakan tak ada jaminan ODHA hamil lainnya otomatis menikmati layanan caesar.

Alangkah ”ribetnya ” persalinan bagi perempuan berstatus ODHA. (DODY WISNU PRIBADI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau