Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Bisa Turunkan Tingkat Kebutaan Katarak

Kompas.com - 16/01/2012, 20:19 WIB
Ingki Rinaldi

Penulis

PADANG, KOMPAS.com - Indonesia bisa menurunkan tingkat kebutaan akibat katarak dalam waktu lima tahun, dari total sekitar 3,5 juta penderita katarak saat ini.

Dokter ahli mata dari Tilganga Institute of Ophthalmology di Nepal, Sanduk Ruit, mengatakan itu di Padang, Sumatera Barat, Senin (16/1/2012). "Itu bisa dicapai dengan relatif mudah," katanya.

Menurut dia, upaya itu di antaranya dengan menggunakan teknik bedah sayatan kecil yang hanya butuh operasi waktu sekitar lima menit, dan penggunaan lensa mata (intraocular lens) yang diimplantasikan buatan Tilganga Institute of Ophthalmology di Nepal.

Harga lensa mata buatan itu hanya sekitar 1/20 dari lensa serupa, produksi berbagai perusahaan multinasional dengan kualitas sama.

"Harus ada keinginan politik untuk memperhatikan nasib orang-orang miskin yang mengalami kebutaan karena katarak. Katarak bukan penyakit yang sulit disembuhkan," kata Sanduk.

Sanduk mengatakan, kekuatan militer di Indonesia dengan ketersediaan infrastruktur hingga ke pelosok negeri, juga perlu dilibatkan.

"Selain itu, militer juga punya kapal-kapal yang bisa masuk ke sejumlah pulau dan kita bisa melakukan operasi di situ," kata Sanduk yang juga Direktur Medik untuk Ophtalmology di Tilganga Institute of Ophthalmology.

Sanduk berada di Kota Padang sejak 11 Januari hingga Senin (16/1/2012) ini, untuk melakukan operasi gratis terhadap 666 penderita katarak di RS Tingkat III dr Reksodiwiryo yang berada di bawah pengelolaan Detasemen Kesehatan Wilayah 01-04-04 Korem 032/Wirabraja.

Ini merupakan kunjungan ketiga Sanduk k e Indonesia yang difasilitasi A New Vision, lembaga amal bentukan sejumlah warga Singapura-Indonesia. Pada 2010 ia ke Medan, dan 2011 ke Padang Sidimpuan, Sumatera Utara, guna melakukan operasi katarak pada sekitar 1.600 orang penderita.

Menurut Sanduk, jika langkah itu dilakukan, dalam lima tahun ke depan tingkat keterbedahan katarak di Indonesia setidaknya bisa mulai mendekati standar yang ditetapkan WHO.

Sanduk mengatakan, saat ini Indonesia memiliki tingkat keterbedahan katarak sebanyak 500 orang dalam satu juta populasi per tahun. Sementara negara-negara industri maju seperti Amerika Serikat memiliki tingkat keterbedahan katarak sebanyak 8.000 orang dalam satu juta populasi per tahun.

Adapun standar WHO sebanyak 3.000 orang per satu juta populasi setiap tahun. Jika metode operasi ini dilakukan, tingkat pertumbuhan ekonomi juga akan naik, karena produktivitas meningkat.

"Sebab hidup dengan kebutaan membuat tingkat ketergantungan masyarakat pada orang lain menjadi sangat tinggi," ujar Sanduk.

Saat ini harga lensa mata buatan Tilganga Institute of Ophthalmology di Nepal hanya sekitar 5 dollar Amerika Serikat (AS) per buah, untuk jenis yang tidak bisa dilipat.

Sementara jenis lensa sama dengan kualitas setara yang dibuat berbagai perusahaan multinasional di negara-negara maju, dijual antara 80 dollar AS hingga 100 dollar AS per buah.

Adapun untuk jenis yang bisa dilipat, lensa mata buatan Tilganga Institute of Ophthalmology di Nepal, harganya kurang dari 20 dollar AS per buah. Sementara lensa sama buatan perusahaan-perusahaan multinasional dihargai hingga 140 dollar AS per buah.

Harga yang jauh lebih murah itu bisa dicapai karena bukan keuntungan yang dicari Tilganga Institute of Ophthalmology. Selain itu faktor upah tenaga kerja di Nepal yang lebih murah juga ikut memengaruhi.

"Tujuan kami adalah untuk memberikan layanan kesehatan mata berkualitas tinggi pada orang-orang biasa, karena selama ini terdapat ketidakadilan dalam isu pembedahan katarak," kata Sanduk, yang menerima Ramon Magsaysay Award for International Understanding pada 2006.

Tilganga Institute of Ophthalmology juga telah melatih ratusan ophthalmologist dari berbagai negara, dan melipatgandakannya menjadi ribuan ahli lain di seluruh dunia.

Sanduk juga mengembangkan gagasan International Standard Intraocular Lens (IOL) pada 1995. Tujuannya agar bahan lensa mata artifisial yang dipergunakan dalam pembedahan katarak, bisa diproduksi di negara-negara berkembang sehingga biaya bisa lebih ditekan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com