Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mereka Berkicau Selamatkan Jakarta

Kompas.com - 21/01/2012, 14:14 WIB

Mereka aktif memposting pesan-pesan singkat namun 'nyentil' demi mengajak follower-nya peduli pada "kesehatan" Jakarta. Mereka men-"tweet" pesan-pesan menarik sepetti "We have Senayan City, Thamrin City, Seasons City, Gandaria City, and now Kuningan City, but we are losing the Jakarta City".

Artinya, "Kita punya Senayan City, Thamrin City, Seasons City, Gandaria City, dan sekarang Kuningan City, tapi kita kehilangan Kota Jakarta."

Pesan ini lalu di-"tweet" ulang oleh 45 followers-nya

Beraneka balasan kicauan dari follower @savejkt pun muncul.

@Blue_Anita me-retweet pesan "All Jakartans must bring sanity back in the city" (Semua orang Jakarta mesti mengembalikan kewarasan di kota ini) dengan "yap. before it turns to be an insane town"  (Ya, sebelum semua berubah jadi kota gila).

Ada pula "retweet" dari @ferdi_bois16 yang menulis "buat ngatasin gridlock kalo cuma ngarep perbaikan transportasi umum percuma, knp ga pada pakai sepeda sih? Gengsi? Makan tuh gengsi".

"Retweet" itu adalah balasan untuk @savejkt yang menulis "Banyak warga Jakarta yg belum sadar bahwa gridlock sebenarnya sudah terjadi."

Di samping berbalas kicau melalui Twitter, #savejkt juga mengajak netizen untuk berdiskusi pengelolaan sampah berbasis masyarakat, kemacetan lalu lintas, birokrasi Jakarta dan partisipasi publik, kritik terhadap wacana The Grater Jakarta atau kepedulian terhadap warga yang kurang sejahtera.

Berbeda dari gerakan mobilisasi massa di media sosial, #savejkt terkesan sangat terorganisir karena memiliki dua pilar, yaitu  gerakan berbasis gagasan dari para followers yang dipantau tim pengelola gagasan. Gagasan ini adalah landasan bagaimana seharusnya pengelolaan Jakarta.

Pilar kedua disebut demokrasi, cenderung bersifat politik praktis. Pengelola #savejkt menyatakan kesadaran bahwa perbaikan Jakarta tidak akan terjadi tanpa perubahan politik.

Terlepas motif dibalik kampanye sosial ini, perkembangan ini kian menunjukkan bahwa internet semakin mengukuhkan diri sebagai ruang publik di mana siapa pun bebas bersuara, tanpa kecuali, tanpa mengenal strata, tanpa panduan, tanpa diskenariokan.

Mereka bisa berbicara apa saja.  Ini seperti sebuah ruang publik dalam gambaran ideal seperti disebut Habermas, bahwa ruang publik adalah media untuk mengomunikasikan informasi dan juga pandangan masyarakat secara kritis tentang berbagai hal menyangkut kehidupan mereka.

Ketika kelompok-kelompok masyarakat bertemu dan berdebat tentang suatu isu, maka akan terbentuk masyarakat madani.  Yaitu masyarakat yang kesadarannya muncul dari dirinya sendiri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau