Bekasi, Kompas -
Hal itu mengemuka dalam Diseminasi Pembelajaran Implementasi Rencana Strategis Nasional untuk Flu Burung (INSPAI) yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan di Bekasi, Senin (28/5).
Sekretaris Komisi Nasional Penanggulangan Zoonosis Emil Agustiono mengatakan tidak sedikit penyakit menular pada manusia berasal dari binatang (zoonosis), termasuk flu burung. Penyakit menular tidak mengenal batas-batas wilayah dan
Persoalan kesehatan pada manusia menjadi urusan Kementerian Kesehatan. Namun, keberadaan peternakan unggas skala rumah tangga hingga industri perunggasan, pasar hewan, dan lalu lintas satwa antardaerah bukan urusan Kemenkes. Karena itu, diperlukan penanganan multisektor oleh berbagai pemangku kepentingan agar flu burung tidak menjadi pandemi.
Menurut Emil, ada Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2011 tentang pengendalian zoonosis dan 10 rencana strategi (renstra) nasional penanggulangan flu burung, mulai dari restrukturisasi perunggasan, manajemen penanggulangan kasus flu burung, hingga perlindungan kelompok risiko tinggi. Namun, implementasi renstra itu baru berjalan di tingkat pusat dengan hasil yang masih harus terus ditingkatkan. Di tingkat provinsi dan kabupaten/kota 10 renstra belum berjalan. ”Hanya 15 persen kabupaten/kota yang mengalokasikan anggaran untuk merespons
Selain itu, kapasitas sumber daya manusia di daerah juga tidak merata. Belum lagi kebijakan pemerintah daerah yang berbeda-beda. Regulasi antarkementerian juga perlu disinkronkan.
Sejak ditemukan pada manusia tahun 2005, di Indonesia ada 189 kasus flu burung, tersebar dari Sumatera, Jawa, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara Barat, dengan kematian 157 kasus (85 persen). Angka kematian ini tinggi dibandingkan negara lain, seperti Mesir (50 persen) dan Vietnam (60 persen).
Di dunia, sejak tahun 2003 hingga Maret 2012 dilaporkan 598 kasus flu burung pada manusia dari 15 negara. Rata-rata angka kematian di dunia 59 persen.
Tahun 2012 hingga Mei, menurut Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Kemenkes Rita Kustriastuti, ada enam kasus flu burung. Semuanya berujung pada kematian. Sebesar 36 persen dari korban, anak berusia di bawah 14 tahun.
Menurut Rita, meski kasus tahun 2012 sejauh ini tergolong sedikit, kegiatan simulasi untuk menanggulangi flu burung tetap dilakukan.
Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia, Collin Crooks, prihatin dengan tingginya kasus flu burung di Indonesia. Karena itu, UE memberikan bantuan 13,5 juta euro kepada Indonesia untuk mengendalikan dan mempersiapkan diri menghadapi pandemi flu burung. Dengan dana itu, dibangun ruang isolasi pasien flu burung dengan tekanan negatif di 10 rumah sakit. Ribuan tenaga medis telah dilatih untuk menangani flu burung.