KOMPAS.com - Makan tanpa sedikit rasa pedas dari cabai memang terasa kurang nikmat. Gairah makan memang lebih meningkat berkat rasa pedas. Tapi, benarkah rasa pedas dari cabai tidak baik bagi kesehatan?
Menurut dr Hendarto Natadidjaja, MARS, SpPD, dari RS Royal Taruma, Jakarta, organ lambung setiap orang (individu) tidaklah sama, baik kapasitas maupun daya tahannya. Pengaruh lingkungan, kebiasaan, dan kebudayaan juga memengaruhi kemampuan lambung menerima rangsang.
Di daerah Sumatera Barat, misalnya, menyantap makanan pedas sudah menjadi kebiasaan. Kalau tidak ada cabainya, malah tidak bisa makan dan serasa ada yang hilang.
“Tapi, coba tawarkan masakan Padang yang pedas itu kepada orang Eropa, yang biasanya makan minum susu dan mentega, pasti mereka akan langsung mulas dan buang air besar. Ini karena lambung orang Eropa tidak terbiasa menerima makanan pedas,” lanjutnya.
Penyebab penyakit lambung sebenarnya multifaktor. Artinya, makan pedas hanyalah salah satu kemungkinan penyebab sakit lambung. Biasanya, pada saat sehat, makan pedas berakibat buang air besar (diare) atau sakit perut (mulas). Tapi, jika ada faktor-faktor lain, semisal stres, peminum kopi, makan tidak teratur, kurang tidur, bisa jadi makan cabai berakibat sakit lambung, maag misalnya.
“Enggak bisa kita simpulkan cabai yang menjadi penyebab. Jadi, kalau sudah punya penyakit di lambung, makan cabai bisa memperberat. Penderita sakit maag sebaiknya jangan makan cabai atau minum kopi,” tutur Hendarto.
Asam lambung
Fungsi rasa pedas sebetulnya lebih sebagai penambah rasa. Bagi sebagian orang, menikmati makanan tanpa cabai atau sambal rasanya kurang enak. Apalagi bagi mereka yang memang doyan cabai, nafsu makannya bisa jadi berlipat.
Cabai juga mengandung banyak zat yang berguna bagi tubuh, seperti zat capsaicin yang memiliki kegunaan mengurangi rasa sakit (antisakit) akibat nyeri. “Ada kan, salep untuk nyeri tulang yang mengandung capsaicin. Nyeri menjadi reda kalau digosok dengan balsem yang mengandung capsaicin. Cabai juga mengandung vitamin C dan serat,” lanjut Hendarto.
Pencernaan memiliki kemampuan menangkap rangsangan dari makanan yang masuk. Rangsangan itu kemudian diterjemahkan oleh otak sebagai rasa pedas, manis, asam, dan sebagainya. Rasa pedas juga akan merangsang asam lambung. Orang yang sudah punya penyakit di lambung, misal lambungnya luka, sebaiknya menghindari makanan pedas karena akan menambah berat sakitnya.
Tapi, pada orang yang sehat, makan pedas boleh-boleh saja. “Paling kalau tidak kuat jadi sering buang air besar, atau kadang-kadang saja buang air besar, atau malah tidak berakibat sering buang air besar. Ini sangat individual, tergantung banyak hal,” kata Hendarto.
Tergantung kondisi
Lantas bagaimana jika seseorang makan cabai utuh, tanpa tambahan, atau dicampurkan ke dalam masakan? “Cabainya dimasak sebagai apa? Satu cabai yang ditelan begitu saja tentu berbeda efeknya dibandingkan satu cabai yang dimasak atau dicampur makanan lain. Cabai di dalam makanan akan membuat penyerapan berbeda karena proses perangsangan akan dinetralisasi,” tambahnya.
Makanan berupa keripik super pedas yang memiliki tingkat kepedasan tertentu, sebetulnya juga sudah mengurangi rangsangan rasa pedas daripada cabai yang langsung dimakan begitu saja. Tetapi, tingkat kepedasan ini tetap berbeda bagi tiap individu. Bisa saja ada orang yang menganggap keripik level A sudah sangat pedas. Tapi, ada orang lain yang menganggap level B tidak terasa pedas padahal dibuat lebih pedas oleh sang produsen.
Pengaruh atau dampak rasa pedas juga tergantung kondisi orang pada saat itu. Kadang-kadang, ada orang yang suka makan pedas dan tidak berakibat apa pun pada lambungnya. Tetapi, pada waktu sedang stres atau kondisi tubuhnya tidak fit, ia buang-buang air besar ketika makan cabai dalam jumlah yang sama. Bahkan, ada orang yang sampai pingsan. Tapi, Hendarto menegaskan, penyebab pingsan bukan karena cabai, melainkan karena dehidrasi.
“Ini normal-normal saja. Bisa saja orang tidak hanya makan cabai tapi juga minum alkohol atau kopi yang merangsang lambung. Nah, kalau ditambah cabai, akibatnya tentu beda,” papar Hendarto.
Sama halnya dengan minum kopi. Ada orang yang baru minum setengah gelas saja perutnya sudah kembung, sementara ada yang minum tiga gelas kopi tidak apa-apa. Jadi, tidak bisa disamaratakan, harus dilihat juga kebiasaan dan kondisi seseorang.
Tidak berlebihan
Hal yang perlu diwaspadai adalah jika seseorang tidak tahu bahwa dirinya sebetulnya punya penyakit lambung dan suka makanan pedas. “Makan pedas bisa menambah berat sakitnya. Dan, dia pikir sakitnya itu karena makan cabai, padahal sebetulnya sudah punya maag,” ujar Hendarto.
Bagi penderita maag, bukan cuma cabai yang sebaiknya dihindari. Ia juga harus menghindari kopi, alkohol, jahe, dan makanan merangsang lain. Meskipun, lanjut Hendarto, ada juga penderita sakit maag yang baik-baik saja jika makan cabai. Sekali lagi, ia menegaskan hal ini karena penyebab multifaktor tadi. Akan tetapi, secara umum, cabai memang mempunyai zat yang merangsang saluran cerna yang ditanggapi secara berbeda oleh masing-masing individu.
Kuncinya, menurut Hendarto, boleh saja makan cabai tapi tidak berlebihan. Pastikan juga bahwa Anda sehat, tidak punya penyakit lambung lain.
Apa pun, lanjut Hendarto, segala yang berlebihan pasti tidak baik dan bisa merusak. Dalam kondisi sehat, makan pedas memang tidak menimbulkan dampak yang berarti.
“Enggak masalah makan pedas, asal kuat dan masih dalam toleransi yang bersangkutan. Ini, kan, individual. Ada yang makan cabai satu saja sudah tidak kuat, tapi ada juga orang yang makan cabai 10 belum apa-apa. Sangat relatif,” ujar dokter ramah ini.
Nah, jika Anda sudah telanjur makan dan kepedasan, netralkan dengan mengonsumsi garam. “Ini bisa memang mengurangi rasa pedas. Rasa pedasnya ditimpa zat lain yang juga mempunyai rasa yang kuat. Jadi, saraf perangsang akan didominasi oleh garam. Tapi, di ilmu kedokteran tidak ada cara untuk menetralisasi rasa pedas. Yang ada adalah obat penetralisasi asam lambung, bukan menetralisasi cabai,” katanya.
Jadi, bagaimana kita bisa tetap mengonsumsi makanan pedas tanpa takut sakit? Hendarto menyarankan, makanlah secukupnya, jangan berlebihan atau jangan kurang. Makan cabai boleh-boleh saja, kecuali dilarang oleh dokter karena diketahui ada penyakit di saluran cerna yang tidak boleh menerima makanan yang merangsang, atau bila sedang sakit buang-buang air besar. “Tapi, kalau dalam keadaan sehat, sih, enggak apa-apa asal secukupnya,” tuturnya.
(Tabloid Nova/Hasto Prianggoro)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.