SERPONG, KOMPAS.com – Ody G (60) setahun terakhir mengalami stroke. Ketika kondisi kesehatannya drop, Ody dibawa ke salah satu rumah sakit di Tangerang. Namun oleh dokter di sana, Ody disarankan ke Rumah Sakit Bethsaida, Gading Serpong, Tangerang. Ody kemudian menjalani terapi oksigen hiperbalik (hyperbaric oxygen therapy/HBOT).
Sampai hari Senin (11/3/2013), Ody sudah 19 kali menjalani terapi oksigen hiperbarik. Menurut Welly, perawat RS Bethsaida, kondisi Ody sudah jauh membaik dibandingkan saat ia datang pertama kali bulan Februari. “Pertama kali datang, Pak Ody harus berbaring. Setelah 9 kali menjalani terapi ini, Pak Ody sudah bisa duduk dan sudah mulai bisa berbicara meski belum lancar. Dari wajahnya yang kelihatan segar setelah ikut terapi ini, kondisi kesehatan Pak Ody makin membaik,” jelas Welly.
Hal yang sama dialami Dolfi Supit (43). Mantan atlet polo air yang pernah membela nama Indonesia dalam SEA Games 1987 ini sudah tujuh kali menjalani terapi oksigen hiperbarik. “Setelah ikut terapi ketiga, saya merasa badan saya sangat bugar. Saya sampai bilang pada dokter, saya belum pernah merasakan kebugaran dan kebahagiaan seperti sekarang,” ungkap Dolfi, yang saat ini menjadi pengusaha.
Elizabeth Sindoro, pemilik RS Bethsaida menuturkan, ia menyediakan peralatan HBOT ke rumah sakit yang baru diresmikan 12 Desember 2012 karena ia tahu persis manfaatnya bagi pasien. Sebelumnya Elizabeth rutin menjalani terapi oksigen ini di RSAL Mintohardjo Jakarta, namun setelah RS Bethsaida miliknya menyediakan peralatan lebih modern, ia selalu menjalani terapi ini.
Hasilnya memang luar biasa. Wajah Elizabeth Sindoro masih kelihatan segar dan tubuhnya tetap bugar meski usianya sudah kepala 5. Rambutnya juga tetap hitam, tidak tampak uban satu pun. Perempuan pengusaha ini selalu menjaga kesehatan dan kebugaran tubuhnya, selain melalui terapi oksigen hiperbarik, juga melalui makanan sehat. "Saya sehat dan bugar tanpa harus makan obat berbahan kimia, berkat terapi ini," kata Liza.
Di Tangerang, RS Bethsaida satu-satunya rumah sakit yang memiliki peralatan terapi oksigen hiperbarik.
Direktur RS Bethsaida dr Bina Ratna menjelaskan, terapi hiperbarik belum banyak dikenal orang Indonesia. Pemanfaatan HBOT di Indonesia pertama kali dilakukan oleh Lakesla, bekerja sama dengan RS Angkatan Laut Dr. Ramelan, Surabaya tahun 1960. Hingga saat ini fasilitas tersebut masih merupakan yang paling besar di Indonesia.
Di Jakarta, ada dua rumah sakit yang menyediakan fasilitas terapi oksigen hiperbarik, namun sejauh ini baru RS Bethsaida Gading Serpong Tangerang yang memiliki peralatan yang lengkap dan modern.
Apakah terapi oksigen hiperbarik itu?
Dasar terapi hiperbarik sedikit banyak mengandung prinsip fisika. Teori Toricelli ini yang mendasari terapi HBOT,dimana digunakan untuk menentukan tekanan udara 1 atm adalah 760 mmHg. Kandungan komposisi unsur-unsur udara yang terkandung di alam ini mengandung Nitrogen (N2) 78 persen dan Oksigen (O2) 21 persen.
Terapi HBOT menggunakan unsur media nafas Oksigen (O2) murni atau 100 persen. Terapi HBOT ini juga berdasarkan teori fisika dasar dari hukum-hukum Dalton, Boyle, Charles dan Henry.
Terapi oksigen hiperbarik adalah terapi medis di bidang kedokteran, yang memiliki dasar keilmuan kedokteran (Evident Base Medicine) dan telah terbukti secara klinis dengan cara menghirup oksigen murni didalam suatu ruangan bertekanan tinggi.
Prinsip yang dianut secara fisiologis adalah bahwa tidak adanya O2 pada tingkat seluler akan menyebabkan gangguan kehidupan pada semua organisme. Oksigen yang berada di sekeliling tubuh manusia masuk ke dalam tubuh melalui cara pertukaran gas. Fase-fase respirasi dari pertukaran gas terdiri dari fase ventilasi, transportasi, utilisasi dan difusi. Dengan kondisi tekanan oksigen yang tinggi, diharapkan matriks seluler yang menopang kehidupan suatu organisme mendapatkan kondisi yang optimal.
Terapi oksigen hiperbarik (HBOT) adalah terapi medis dimana pasien dalam suatu ruangan menghirup oksigen 100 persen pada tekanan tinggi (hyperbaric chamber). Kondisi lingkungan dalam HBOT bertekanan udara yang lebih besar dibandingkan dengan tekanan di dalam jaringan tubuh (1 ATA). Keadaan ini dapat dialami oleh seseorang pada waktu menyelam atau di dalam ruang udara yang bertekanan tinggi (RUBT) baik yang dirancang baik untuk kasus penyelaman maupun pengobatan penyakit klinis.
Efek terapi
Efek yang didapatkan dari terapi HBOT ada dua yang pertama efek mekanik dan kedua efek fisiologis. Efek fisiologis dapat dijelaskan melalui mekanisme oksigen yang terlarut plasma. Pengangkutan oksigen ke jaringan meningkat seiring dengan peningkatan oksigen terlarut dalam plasma.
Efek mekanik meningkatnya tekanan lingkungan atau ambient yang memberikan manfaat penurunan volume gelembung gas atau udara seperti pada terapi penderita dekompresi akibat kecelakaan kerja penyelaman dan gas emboli yang terjadi pada beberapa tindakan medis rumah sakit.