Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 02/09/2013, 13:26 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis


KOMPAS.com — Banyak orang menganggap telur bagaikan racun yang harus dijauhi karena kandungan kolesterolnya. Padahal, meski telur mengandung kolesterol, tetapi kandungan lemak jenuhnya sedikit sehingga sehat dikonsumsi.

Pendapat yang menyebut telur sebagai sumber kolesterol dan bisa meningkatkan risiko penyakit jantung sebenarnya sudah kuno.

Kebanyakan studi epidemiologi, jenis studi yang melibatkan populasi besar dan menganalisis pola makan dan kesehatannya, tidak menemukan kaitan antara makan telur dan peningkatan risiko penyakit jantung.

Sebaliknya, studi klinis terkontrol, di mana peneliti memberikan sejumlah kolesterol pada responden dan mengukur efeknya dalam darah, menemukan sedikit peningkatan kolesterol dalam darah seiring dengan peningkatan pola makan tinggi kolesterol.

Kolesterol sebenarnya adalah komponen yang penting dalam seluruh sel manusia dan hewan yang berpengaruh pada hormon dan fungsi lainnya. Karena tubuh kita juga memproduksi kolesterol, maka kita tak perlu menambahkannya dari makanan lain.

Namun, pola makan orang modern umumnya tinggi kolesterol karena sering mengonsumsi produk hewani. Seluruh produk hewani memang mengandung kolesterol dan juga lemak jenuh.

"Sebenarnya yang paling berpengaruh pada kadar plasma darah dan LDL (kolesterol jahat) adalah lemak jenuh," kata Alice Lichtenstein, profesor nutrisi dan sains di Friedman School of Nutrition Science and Policy Tuts University.

Meski kandungan kolesterol dalam telur cukup tinggi (186 miligram dan 184 di antaranya berada di kuning telur), tetapi kandungan lemak jenuhnya rendah (1,6 gram di kuning telur).

Pada kebanyakan orang, untuk setiap 100 miligram penurunan kolesterol dari pola makan, akan dialami penurunan kadar LDL 2,2 poin. Tetapi, dengan mengurangi asupan lemak jenuh sekitar 4-7 persen dari total kalori, kadar kolesterol dalam darah akan turun dua kali lipat dari hanya membatasi kolesterol.

Orang Jepang, yang kebanyakan mengonsumsi telur dalam jumlah besar (rata-rata 328 telur perorang setiap tahun), kadar kolesterolnya justru rendah. Jumlah penderita penyakit jantung juga lebih rendah dibanding dengan penduduk di negara maju lainnya. Hal ini karena pola makan orang Jepang rendah lemak jenuh.

Orang Amerika justru sebaliknya. Mereka jarang makan telur, tetapi pola makannya tinggi lemak jenuh yang berasal dari daging asap, sosis, dan sebagainya.

Jadi, berapa banyak telur yang boleh kita konsumsi? Para ahli dari American Heart Association sejak lama tidak lagi memberikan batasan pada jumlah kuning telur yang bisa dikonsumsi. Tetapi, kita disarankan untuk membatasi kolesterol maksimal 300 mg per hari atau 200 mg jika Anda menderita penyakit jantung atau kadar kolesterol LDL Anda lebih dari 100. Anda bisa memilih sendiri sumber kolesterolnya.

Meski demikian, ada juga pakar yang menyarankan agar kita membatasi konsumsi telur tak lebih dari satu butir setiap hari.

"Makan satu telur setiap hari tidak berpengaruh banyak pada kenaikan kolesterol dalam darah. Lagi pula kenaikan LDL itu pengaruhnya sangat kecil dan bisa dibalikkan dengan gaya hidup sehat lainnya," kata Walter Willett, profesor epidemiologi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau