Jas praktik hitam ini merupakan bentuk solidaritas yang dirasakan para dokter atas kasus yang menimpa beberapa dokter yang divonis pidana atas tuduhan malapraktik.
“Kami ingin menunjukkan solidaritas kami, tentunya tanpa menutup layanan vital bagi masyarakat. Saat ini beberapa tenaga kesehatan, khususnya, dari poliklinik kebidanan dan kandungan memang mengikuti aksi. Namun sebagian besar tetap di tempat dan beraktivitas seperti biasa,” kata Direktur Medik dan Keperawatan RS. Fatmawati, dr. Lia Partakusuma Sp.PK(K), MM, pada KOMPAS Health, Rabu (27/11/2013).
Meski tak menyebutkan angka pasti, Lia mengatakan, sekitar 285 dokter tetap bertahan di RS. Fatmawati. Dengan jumlah tersebut, Lia menjamin layanan di rumah sakit tetap berjalan seperti biasa. Tetap baiknya kualitas pelayanan, kata Lia, juga terjadi di poli kebidanan dan kandungan kendati ditinggal beberapa orang dokternya.
Terkait isu kriminalisasi dokter yang sedang menghangat, Lia mengatakan, kasus ini diharapkan bisa membuka mata pada pentingnya komunikasi. Para dokter harus lebih bisa membuka diri pada info dan pengetahuan yang harus diberikan pada pasiennya. Sebaliknya pasien juga harus rajin bertanya, tidak pasrah pada terapi atau pengobatan yang diberikan dokter.
“Sebetulnya, kasus ini tidak perlu terjadi, bila dokter dan pasien mengetahui peraturan yng berlaku dan bertindak sesuai aturan yang ada. Apalagi tiap rumah sakit pasti punya Standar Operasi Pelayanan (SOP), sesuai karakter pasien dan fasilitas rumah sakit yang dimiliki. Kalau sudah bertindak sesuai SOP yang ada maka seharusnya tidak ada masalah,” papar Lia.
Kendati begitu, Lia mengatakan, tidak mudah berkomunikasi dengan pasien. Apalagi bila dokter tersebut bekerja di rumah sakit besar, seperti RS. Fatmawati. Komunikasi terkait terapi dan pengobatan pastilah membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Hal ini berimbas pada jam kerja dokter yang pastinya bertambah. Apalagi jumlah dokter dan pasien kerap kali tak sebanding.
“Kalau bisa memang jumlah dokter ditambah, supaya komunikasi dengan pasien bisa lebih baik. Dengan begitu kualitas pelayanan bisa terus meningkat,” kata Lia.
Komunikasi dokter dan pasien tampaknya menjadi masalah klasik dalam dunia kedokteran Indonesia. Pasien yang tak mengerti pengetahuan tentang kesehatan ditambah dokter yang sedikit bicara, menyebabkan timbulnya gap antara dokter dan pasien. Gap inilah yang kemudian menyebabkan pasien dan dokter tidak nyambung dan timbul salah paham.
Komunikasi sepertinya menjadi pekerjaan rumah bagi peningkatan kualitas dokter di masa mendatang. “Komunikasi memang penting, apalagi bila terjadi kasus emergency saat emosi semua orang tinggi. Saat ini, kita menjadikan komunikasi sebagai sebuah uji kompetensi bagi dokter,” kata Menteri Kesehatan RI, Nafsiah Mboi.
Hal senada juga dikatakan, Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan (BUK), Kementerian Kesehatan RI, Akmal Taher. Komunikasi bahkan sudah dimasukkan sebagai ujian pada tes masuk fakultas kedokteran. Hal ini sudah diatur dalam UU Pendidikan Kedokteran.
“Dengan ini kita berharap calon dokter yang masuk sudak memiliki social competence. Aturan ini sekaligus menjadi standar kemampuan berkomunikasi para dokter, yang tentunya tidak seragam,” kata Akmal.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.