Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 12/08/2014, 14:55 WIB

KOMPAS.com — Penyakit yang bersumber dari binatang menjadi ancaman besar saat ini dan di masa datang. Kontak dengan hewan liar yang kian terbuka, ditambah alat transportasi yang memungkinkan mobilitas manusia lintas wilayah, menyebabkan penularan dan penyebaran penyakit ke seluruh belahan dunia kian cepat.

Guru Besar Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof Nasrin Kodim menyampaikan hal itu, Senin (11/8), di Jakarta. Karena itu, antisipasi ancaman penyakit bersumber dari binatang harus disiapkan serius. Sebab, belum bisa diprediksi penyakit seperti apa lagi yang akan ditularkan hewan kepada manusia.

”Sejak lama saya mengingatkan ancaman penyakit bersumber dari binatang. Namun, sepertinya perbincangan zoonosis hanya ramai di kalangan dokter hewan,” kata Nasrin.

Nasrin menilai, negara mana pun akan kesulitan menghadapi ancaman penyakit yang bersumber dari binatang karena tak akan bisa diduga sebelumnya penyakit seperti apa yang akan muncul dan bagaimana karakternya. Selain itu, hal paling krusial adalah kemampuan manusia membuat obat penyakit yang muncul tak secepat penyakit itu menyebar dan menginfeksi manusia.

Pemerintah kian tak berdaya saat penyakit berhasil menyeberang lintas negara dan jadi pandemi yang merenggut banyak nyawa.

Sebelum manusia mampu membuat obat penyakit zoonosis, pola penularan yang semula dari hewan ke manusia sudah masuk ke penularan sesama manusia.

Seratus penyakit

Sejauh ini, menurut Nasrin, ada lebih dari 100 penyakit bersumber dari binatang yang menjadi ancaman. Misalnya, demam berdarah, antraks, ebola, flu burung, leptospirosis, dan HIV. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengumumkan kondisi darurat kesehatan internasional terkait penyebaran virus ebola di sejumlah negara.

Aktivitas manusia yang merusak alam dan perdagangan satwa memungkinkan manusia kontak dengan hewan liar lebih bebas sehingga memunculkan penyakit baru (new emerging).

Ada pula penyakit zoonosis yang dulu ada lalu hilang dan kini muncul lagi (re-emerging). Sekitar 75 persen penyakit yang muncul lagi adalah penyakit bersumber dari hewan dan hampir semua penyakit baru pada manusia berasal dari reservoir binatang.

Penyebaran penyakit bersumber dari binatang itu berlangsung cepat karena tingginya mobilitas manusia. ”Saat ini, rasanya tidak ada negara yang tak bisa dijangkau dalam sehari,” kata Nasrin.

Secara terpisah, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama mengatakan, meski tak bisa secara pasti diketahui penyakit baru yang akan muncul, peneliti bisa memprediksi jenis penyakit yang kemungkinan muncul lagi.

Sebagai contoh, tak ada yang memperkirakan bahwa akan muncul sindrom pernapasan Timur Tengah akibat virus korona (MERS Co-V) di Arab. Sementara peneliti memperkirakan virus influenza akan terus bermutasi dan mungkin ada penyakit flu baru.

”Dulu ada sindrom pernapasan akut parah (SARS), lalu beberapa waktu lalu ada MERS Co-V. Kemunculan penyakit sejenis yang baru itu bisa karena mutasi atau spesies penyebabnya berbeda,” kata Tjandra. Adapun ebola yang kini menjadi wabah di sejumlah negara di Afrika adalah contoh penyakit yang dulu ada, hilang, lalu saat ini muncul lagi.

Menurut dia, dalam menghadapi penyakit baru atau penyakit lama yang muncul kembali, hal terpenting adalah sistem kesehatan dan kepemimpinan kuat dalam pengendalian penyakit. Selain itu, perlu sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat dan kerja sama lintas negara untuk mencegah rantai penyebaran penyakit lintas negara.

Indonesia, lanjut Tjandra, secara umum siap menghadapi ancaman penyakit baru atau penyakit yang muncul kembali. Balitbangkes telah memiliki tim untuk terus memantau penyakit baru ataupun penyakit lama yang muncul kembali.

Selain itu, Indonesia bersama Thailand menjadi dua negara Asia Tenggara yang ada di bawah WHO SEARO yang siap mengimplementasikan acuan internasional pengendalian penyakit.

Namun, Nasrin menilai Indonesia tak siap seandainya terjadi wabah penyakit. Sebab, mutu fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan masih perlu ditingkatkan. (ADH)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau