Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/08/2014, 12:46 WIB
Unoviana Kartika,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

KOMPAS.com — Setiap manusia pada dasarnya memiliki dua kutub perasaan, yakni rasa gembira dan juga rasa sedih. Perubahan suasana hati (mood) bisa dialami sesuai dengan kondisi secara bergantian dan tidak berlebihan. Namun, perubahan mood bisa terjadi secara ekstrim pada mereka yang menderita gangguan bipolar.

Dokter spesialis kejiwaan dari Departemen Psikiatri FKUI/RSCM Nurmiati Amir mengatakan, perubahan mood saja belum tentu menandakan adanya gangguan bipolar. Untuk membuat diagnosis yang tepat, dibutuhkan teknik wawancara yang tepat.

"Dengan teknik wawancara yang tepat, diagnosis dapat ditegakkan. Namun, wawancara tersebut hanya dapat dilakukan oleh psikiater (dokter spesialis kejiwaan)," ujar Nurmiati dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (13/8/2014).

Selain wawancara mendalam dengan pasien, terkadang diperlukan pemeriksaan penunjang, misalnya tes laboratorium. Namun, sebagian besar psikiater sudah dapat membuat diagnosis yang tepat lewat wawancara.

Di sisi lain, pemeriksaan seperti psikotes tidak harus dilakukan untuk mendiagnosis adanya gangguan bipolar. Pasalnya, tes tersebut bukan bertujuan untuk membantu mendiagnosis gangguan jiwa, melainkan untuk mengetahui kepribadian.

Lebih lanjut, Nurmiati menjelaskan, gangguan jiwa diklasifikasikan menjadi lima aksis. Aksis satu adalah gangguan jiwa, aksis dua adalah gangguan kepribadian, aksis tiga adalah fisik, aksis empat adalah stresor (pemicu stres), dan aksis lima adalah kemampuan.

"Untuk aksis dua, kita perlu melakukan tes-tes untuk mengetahui kepribadian. Namun, untuk aksis satu, wawancara yang cermat saja sudah bisa," tuturnya.

Perubahan mood tidak selalu menandai seseorang mengalami gangguan bipolar. Pasalnya, perubahan mood juga dapat dipicu oleh stres akut yang terjadi cepat tetapi segera bisa diatasi.

Gangguan bipolar merupakan gangguan otak yang bermanifestasi pada perubahan yang dramatis pada mood, dari yang sangat bahagia atau dikenal dengan mania, menjadi sangat sedih atau depresi. Perubahan ini dapat berlangsung dengan cepat dan ekstrem tanpa adanya pengaruh keadaan tertentu.

Fluktuasi mood ini terjadi karena perubahan cepat dari kadar zat-zat kimia tertentu di otak, salah satunya dopamin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau