Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 10/03/2015, 13:30 WIB

KOMPAS.com - Jumlah orang yang menderita alergi makanan terus meningkat. Belum jelas benar apa yang menyebabkannya, tapi para ahli menemukan salah satu cara mencegah alergi makanan, yakni dengan mengasup makanan berserat.

Alergi makanan terus meningkat sampai 50 persen antara tahun 1997 dan 2011 di Amerika Serikat. Jenis makanan yang paling banyak menyebabkan alergi antara lain kacang, kacang pohon, tepung, kedelai, susu, ikan, dan juga kerang.

Masih belum jelas mengapa makanan tersebut menimbulkan alergi, tetapi mungkin sebagian besar makanan ini tak tercerna ketika mereka mencapai usus. Makanan yang belum tercerna dengan baik ini kemudian berpindah dari usus ke peredaran darah yang lalu dikenali oleh antibodi atau sel imun yang memang bertugas mengenali ancaman dari luar tubuh.

"Entah bagaimana mereka masuk ke dalam aliran darah utuh, dan kami bertanya-tanya apakah itu mungkin fitur pemersatu alergen makanan," kata Cathryn Nagler, peneliti alergi makanan dari Universitas Chicago.

Pola makan modern, seperti tinggi gula, lemak, dan karbohidrat yang dimurnikan, dicurigai meningkatkan pertumbuhan jenis bakteri usus yang berbeda dibandingkan dengan pola makan tradisional. Akibatnya kemungkinan alergi pun meningkat.

Sebaliknya, serat akan memicu pertumbuhan bakteri yang disebut Clostridia, yang memecah serat dan beberapa produsen terbesar produk sampingan yang disebut asam lemak rantai pendek. (Tipe Clostridia ini berbeda dari jenis yang menyebabkan infeksi mematikan, C. difficile).

Dalam sebuah studi di tahun 2011 dalam jurnal Nature, peneliti menemukan bahwa asam lemak rantai pendek ini secara normal mencegah sel usus menjadi terlalu 'permeabel' (zat-zat tertentu dapat masuk ke dalam sel),  dan membiarkan partikel makanan, bakteri atau senyawa bermasalah lainnya masuk ke dalam darah.

"Usus yang bocor sangat buruk karena hal-hal yang tak dikehendaki keluar dari usus melalui aliran darah, yang dapat mengacaukan sistem kekebalan tubuh," terang Mackay.

Penelitian tahun 2014 pada tikus juga menunjukkan clostridia mencegah tikus alergi kacang.

Selain faktor makanan, penggunaan antibiotik juga ikut membunuh bakteri dalam usus.

"Jadi, kombinasi antibiotik dan pola makan rendah serat akan menjadi kelemahan ganda yang menyebabkan seseorang mengalami respon alergi," ujar Nagler.

Penemuan terbaru juga menyarankan cara untuk mencegah, atau mungkin membalikkan beberapa alergi. Misalnya, pengobatan alergi bisa menggunakan probiotik yang kembali membuat koloni usus dengan bakteri baik Clostridia.

Direktur Pediatrik dan Imunologi di Johns Hopkins Children's Center Baltimore AS, Robert Wood, mengatakan, banyak faktor yang berkontribusi dalam peningkatan penderita alergi terhadap makanan.

Studi epidemologis menemukan bahwa memelihara hewan peliharaan, tempat penitipan anak, memiliki saudara kandung, lahir secara normal, dan bahkan mencuci piring dengan tangan dapat mempengaruhi risiko alergi.

"Kaitan alergi dan serat belum merupakan cerita yang utuh, tetapi dalam daftar 15-20 teori ada yang masuk akal dan memiliki sedikit bukti untuk mendukung hal itu," kata Wood. Karenanya ia menegaskan agar tidak terburu-buru membuat rekomendasi dari data awal ini. (Purwandini Sakti Pratiwi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau