Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/07/2015, 14:45 WIB

JAKARTA, KOMPAS — Pengetahuan dan kesadaran masyarakat, tenaga kesehatan, serta pengambil kebijakan terhadap hepatitis menjadi persoalan mendasar penanggulangan hepatitis di Indonesia. Beban penyakit hepatitis yang besar seharusnya menjadikan penanggulangan hepatitis sebagai prioritas bidang kesehatan.

Hal tersebut disampaikan Prof David Handojo Muljono, Senior Research Fellow and Specialist Physician, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman di Jakarta, Senin (27/7), dalam rangka peringatan Hari Hepatitis Sedunia yang jatuh setiap tanggal 28 Juli.

David mengatakan, masih sedikit orang yang divaksinasi hepatitis. Orang yang terinfeksi virus hepatitis pun belum tentu tahu dirinya terinfeksi dan belum tentu memeriksakan kesehatan organ hatinya secara teratur.

Mayoritas orang baru berobat setelah hepatitisnya menimbulkan gejala seperti pengerasan hati (sirosis) atau bahkan kanker hati. "Kalau sudah muntah darah karena sirosis, baru mau periksa ke dokter," kata David.

Padahal, dalam penanggulangan hepatitis, deteksi penyakit tersebut dan secara sadar memeriksakan diri dinilai amat penting. Selain pengetahuan dan kesadaran masyarakat, kesadaran pengambil kebijakan amat diperlukan agar hepatitis menjadi prioritas program pembangunan kesehatan.

David memaparkan, hepatitis telah menginfeksi sekitar sepertiga populasi dunia. Secara global, ada 2 miliar penduduk dunia terinfeksi hepatitis, dan 240 juta kasus di antaranya berkembang menjadi kronis.

Di Indonesia, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, prevalensi hepatitis B mencapai 9,4 persen. Ada 28 juta penduduk Indonesia terinfeksi hepatitis, dan 2,8 juta kasus di antaranya sudah kronis. Separuh dari jumlah itu berkembang jadi kanker dan berakhir dengan kematian.

Beban kesehatan

Maka dari itu, penanggulangan hepatitis perlu pengetahuan dan kesadaran semua pihak, data penyakit yang akurat, surveilans yang baik, dan pembiayaan cukup. Jika itu tak tercapai, hepatitis terus menyebar dan jadi beban kesehatan serta ekonomi.

Sementara itu, Direktur Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2ML) Kementerian Kesehatan Sigit Priohutomo mengatakan, kunci penanggulangan hepatitis ialah penemuan kasus. Jika belum diobati, mereka yang terinfeksi jadi sumber penularan bagi orang lain.

Dengan demikian, upaya kuratif juga bisa bersifat preventif. "Pemerintah sedang mengusahakan agar pasien hepatitis C bisa mendapat obat yang terjangkau agar makin banyak yang bisa mengakses obat hepatitis C yang mahal sekali," ujarnya,

Untuk penularan dari ibu hamil ke bayi, pencegahan dilakukan dengan imunisasi untuk bayi baru lahir dan pemberian imunoglobulin. Selain itu, akses terhadap obat dipermudah.

Sigit menambahkan, pemerintah menyiapkan peraturan menteri kesehatan tentang hepatitis yang akan jadi pedoman penanggulangan hepatitis di Indonesia. Selama ini tata laksana hepatitis antar-rumah sakit berbeda. Begitu juga dengan RS pendidikan. Nantinya, peraturan itu mencakup upaya penanggulangan hepatitis mulai dari promotif, preventif, hingga kuratif.

David berharap, dengan adanya permenkes tentang hepatitis, pemerintah dari pusat hingga daerah akan makin serius menanggulangi hepatitis. Ada beberapa jenis virus hepatitis, yakni hepatitis A, B, C, D, dan E. Di antara jenis virus hepatitis tersebut, virus hepatitis B dan C paling berbahaya dan menimbulkan komplikasi.

Virus hepatitis B kerap disebut sebagai penyakit yang 50-100 kali lebih menginfeksi dibandingkan HIV. Karena itu, virus tersebut dikenal sebagai the silent killer (pembunuh diam-diam), yang kapan saja bisa merenggut nyawa seseorang.

Mereka yang berisiko terinfeksi virus hepatitis ialah bayi yang lahir dari ibu positif hepatitis, tenaga kesehatan dan laboratorium, keluarga yang memiliki riwayat hepatitis, penerima transfusi darah, dan pengguna narkoba suntik. Penularan vertikal dari ibu hamil kepada janinnya menjadi cara penularan hepatitis B paling banyak di Indonesia. (ADH)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau