Riset internasional memperkirakan jumlah anak dan remaja yang mengakses konten pornografi bervariasi dari 43 persen sampai 99 persen pada kelompok usia yang lebih tua.
Paparan pada pornografi online biasanya dimulai pada usia 11 tahun dan akan semakin sering seiring bertambahnya usia.
Penelitian menunjukkan, remaja yang mengakses pornografi online biasanya memiliki pemikiran yang tidak realistis terhadap aktivitas seksual dan hubungan.
Mereka cenderung lebih menerima stereotip peran gender, serta memiliki sikap yang santai dan permisif terhadap seks.
Namun, di sisi lain mereka tidak punya pemahaman yang mumpuni tentang pentingnya kesepakatan, kesenangan, kesehatan atau keamanan dalam melakukan hubungan seksual.
Sebaiknya orangtua lebih terbuka dan mau berdiskusi dengan anak-anak mereka tentang pornografi dan bahayanya. Bekali juga anak-anak tentang pendidikan seks dan reproduksi sesuai usianya.
Penelitian menunjukkan, anak-anak yang menerima pendidikan seks sejak usia dini akan lebih mungkin untuk:
- Memahami dan menerima perubahan fisik dan emosional.
- Berpikir positif tentang tubuh mereka.
- Menghargai dan menerima perbedaan individu.
- Merasa nyaman dengan diri sendiri dan gendernya.
- Mampu mengomunikasikan masalah seks.
- Mengerti perbuatan yang pantas dan tidak pantas.
- Mereka juga jarang menjadi korban pelecehan seksual.
Meskipun seks sudah menjadi hal yang normal untuk orang dewasa, namun penting untuk menjelaskan hal ini pada anak-anak. Diskusikan nilai dan norma yang berlaku di dalam keluarga dan masyarakat.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.