Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kakak Beradik Belum Tentu Menderita Alergi yang Sama

Kompas.com - 09/02/2016, 07:35 WIB

KOMPAS.com - Hanya satu dari sepuluh pasang saudara kandung yang memiliki alergi sama, hasil sebuah studi terbaru.

“Terlalu sering diasumsikan bahwa ketika satu anak dalam sebuah keluarga memiliki alergi makanan, maka anak-anak lain dalam keluarga tersebut perlu diuji alergi makanan,” ujar pimpinan penulis peneliti dan ahli alergi Dr. Ruchi Gupta, asisten professor spesialis anak di Nortwestern University, Evanston.

Studi ini melibatkan 1.120 anak-anak dengan saudara kandung yang didiagnosis alergi makanan. Sejarah pasien dan pengujian mengungkapkan, bahwa 53 persen kakak beradik hanya sensitif terhadap makanan, hanya 13 persen yang benar-benar memiliki alergi makanan yang sama, menurut hasil penelitian.

Para penulis penelitian mengatakan, temuan mereka menunjukkan bahwa tes alergi makanan pada saudara kandung dari anak-anak dengan alergi makanan harus dibatasi untuk mengurangi dampak berbahaya dari kemungkinan misdiagnosis.

“Pengujian untuk alergi makanan yang tidak terjadi dapat menetapkan sesuatu yang salah, seperti yang kami lihat padadalam penelitian,” ujar Gupta.

“Lebih dari setengah anak-anak yang terlibat dalam penelitian sensitif terhadap makanan, tapi mereka tidak benar-benar alergi. Anak-anak yang sensitif dengan makanan sebaiknya tidak dilabeli dengan alergi makanan,” lanjutnya.

Menurut Dr. Matthew Greenhawt, asisten professor spesialis penyakit dalam pada anak di University of Michigan, risiko alergi makanan dalam satu keluarga yang sama, berdasarkan adanya alergi makanan pada anggota keluarga lain, tidak pernah benar-benar pasti.

“Melakukan skrining pada anak sebelum mengenalkan sumber alergen yang paling berisiko, tidak disarankan. Tes alergi tak menunjukkan hasil maksimal untuk memprediksikan risiko di masa depan pada seseorang yang belum pernah mengonsumsi makanan sumber alergen,” jelas Greenhawt.

Studi baru ini menunjukkan bahwa, tes harus digunakan untuk membantu konfirmasi diagnosis, bukan sebagai satu-satunya prediktor untuk membuat diagnosis, kata Greenhawt.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau