KOMPAS.com - Tanpa disadari, banyak anggaran rumah tangga kita dihabiskan untuk makanan instan kemasan, yang bersifat aditif dan rendah nutrisi.
Apakah pilihan kita tersebut sehat? Dibandingkan dengan makanan alami dan segar, tentu saja tidak.
Sebagian besar makanan instan kemasan sarat dengan pemanis, garam, perasa buatan, lemak buatan pabrik, pewarna, bahan kimia yang mengubah tekstur, dan pengawet. Tapi masalahnya bukan hanya pada apa yang ditambahkan ke dalam makanan itu, tapi apa yang bisa dibawa pergi dari tubuh kita oleh makanan instan.
Proses pembuatan makanan instan kemasan, sering menghilangkan nutrisi alami yang dirancang oleh alam untuk melindungi jantung kita, seperti serat larut, antioksidan, dan lemak baik. Sifat aditif makanan instan, bisa menjadi bencana kesehatan.
Berikut adalah empat jenis zat yang banyak terdapat di dalam makanan instan olahan, yang harus Anda waspadai risikonya.
LEMAK TRANS
Lemak lemak trans umum terdapat dalam kue kemasan seperti muffin, microwave popcorn, kerupuk, margarin dan cracker, juga di makanan cepat saji seperti kentang goreng.
Penelitian menunjukkan, lemak trans dua kali lebih berbahaya bagi jantung Anda dibanding lemak jenuh, dan menyebabkan sekitar 30.000 sampai 100.000 kematian dini akibat penyakit jantung setiap tahun.
Lemak trans lebih buruk bagi jantung daripada lemak jenuh karena meningkatkan kadar kolesterol "jahat" LDL dan menurunkan kolesterol "baik" HDL. Hal ini memicu masalah ganda untuk arteri Anda. Lemak trans juga meningkatkan kadar Anda lipoprotein dan trigliserida yang dapat menyumbat pembuluh darah arteri.
Periksa daftar label apakah ada kata-kata ini: "partially hydrogenated," "difraksinasi atau fractionated" dan "terhidrogenasi atau hydrogenated" (lemak yang sepenuhnya terhidrogenasi bukanlah ancaman bagi jantung, tetapi beberapa lemak trans yang disalahartikan sebagai lemak terhidrogenasi). Makanan yang mengandung kata-kata ini, berarti mengandung lemak trans.
BIJI-BIJIAN OLAHAN
Memilih makanan yang terbuat dari biji-bijian olahan seperti roti putih atau pasta putih (sekarang banyak terdapat kemasan instannya) dapat meningkatkan risiko serangan jantung hingga 30 persen.
Anda harus menjadi pembelanja yang cerdas. Jangan tertipu oleh klaim seperti "dibuat dari tepung terigu" atau "tujuh jenis biji-bijian". Jangan juga tergoda dengan produk yang hanya ditabur serpihan gandum di permukaannya, sehingga seolah-olah terbuat dari gandum utuh.
Setidaknya sudah ada tujuh studi yang menunjukkan, bahwa perempuan dan laki-laki yang makan gandum utuh memiliki risiko lebih rendah mengidap penyakit jantung sebesar 20 sampai 30 persen.
Sebaliknya, mereka yang memilih produk instan dari biji-bijian olahan, lebih berisiko terkena serangan jantung, resistensi insulin, dan tekanan darah tinggi.
SALT
Tigaperempat garam atau sodium yang kita konsumsi setiap hari, tidak berasal dari garam di meja atau dapur. Kita lebih banyak mengonsumsinya dari makanan instan atau makanan olahan. Seperti sup instan, saus, mie instan dan lain sebagainya.
Organisasi kesehatan dunia (World Health Organization, WHO) menganjurkan konsumsi garam maksimal 5 g sehari. Sedangkan berdasarkan data Susenas pada 2002, 2007, dan 2009 (Hardinsyah, 2011), rata-rata konsumsi garam penduduk Indonesia masing-masing adalah 6,3; 5,6; dan 5,7 gram perhari.