Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa yang Dibutuhkan untuk Membentuk Anak Cerdas?

Kompas.com - 21/05/2016, 08:45 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis

KOMPAS.com - Setiap orangtua tentu berharap memiliki anak yang cerdas dan sehat. Untuk mewujudkannya ada banyak aspek yang mesti dipersiapkan orangtua, bahkan sebelum si anak lahir ke dunia.

Pertama-tama, perlu diketahui bagaimana setiap bagian otak anak terbentuk dan bagaimana cara kerjanya. Menurut Dr.Ahmad Suryawan, Sp.A (K), pembentukan otak dimulai sejak dalam kandungan, yaitu minggu kedua kehamilan dan terus berlanjut sampai dewasa.

Itu sebabnya, kondisi calon ibu dan calon ayah harus sehat sebelum mempersiapkan kehamilan, karena otak sudah mulai terbentuk bahkan sebelum seorang ibu menyadari dirinya hamil.

Perkembangan otak ini terjadi sangat cepat dan mencapai puncaknya di usia kehamilan 5 bulan. Di usia 9 bulan, otak bayi siap untuk dilahirkan. Saat baru lahir, berat otak hanya sekitar 400 gram dan belum sepenuhnya berkembang.

"Di usia dua tahun, sekitar 80 persen otak anak sudah berkembang. Karenanya, anak yang normal di usia dua tahun pasti perkembangannya akan normal sampai dewasa," ujar dokter yang akrab disapa Wawan ini diacara peluncuran "Gerakan Siap Cerdaskan Bangsa" dari Kalbe Nutritional di Jakarta beberapa waktu lalu.

Koneksi otak

Otak tersusun dari triliunan sel-sel otak yang dinamakan neuron. Pada saat bayi baru lahir, neuron belum terkoneksi satu sama lain menjadi sebuah rangkaian sirkuit. Koneksi tersebut dinamakan sinaps.

Semakin sering anak mendapat stimulasi, maka sinaps yang terbentuk makin kaya, makin kuat, dan akan menjadi koneksi yang permanen di masa depan.

Sebanyak apa sinaps yang mampu dibentuk oleh anak? Jawabannya terletak pada faktor genetik dan pengasuhan anak sehari-hari. Stimulasi pada bayi bisa berupa senyuman, sapaan, nyanyian, sentuhan, dan lain sebagainya, akan membantu sinaps anak terbentuk.

"Di usia dua tahun jumlah sinapsnya sama, ini berarti setiap anak sebenarnya punya kesempatan yang sama untuk tumbuh cerdas," imbuh dokter dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya ini.

Semakin banyak sinaps terbentuk, maka semakin banyak pula informasi yang dapat diproses melalui koneksi antar sel-sel otak.

Untuk mendukung kelistrikan otak dalam memproses informasi, diperlukan lemak.  Lemak itu bisa diperoleh dari omega 3 dan omega 6. Misalnya saja DHA (decosahexaenoic acid) yang berfungsi mengoptimalkan pertumbuhan sel-sel otak.

Bayi dan balita juga membutuhkan vitamin B12, vitamin A, vitamin D, yodium, zat besi, seng, asam amino, dan lain sebagainya. Mendukung pertumbuhan otak adalah sebagian kecil fungsi gizi bagi anak, ada sederet manfaat lain yang bisa didapat jika anak mendapat asupan gizi yang baik.

Anak yang cukup gizinya juga akan memiliki daya tahan tubuh yang kuat. Menurut Dr.Andang Endaryanto, Sp.A (K), anak yang kekebalan tubuhnya baik bukan berarti jarang sakit, namun jika sakit lebih cepat sembuh dan tidak menjadi komplikasi.

"Sistem pertahanan tubuh alami dan sistem pertahanan tubuh diperoleh dari hasil adaptasi," kata dr.Andang.

Salah satu gangguan kekebalan tubuh pada anak yang banyak diderita adalah alergi. Pemberian ASI, menurut dia, tidak menjamin anak bebas alergi tetapi bisa mengurangi risikonya.

"ASI bisa meningkatkan regulasi sistem imun tubuh. Kalau alergi pun tidak akan parah," ujarnya.

Pengasuhan

Faktor genetik adalah "cetak biru" dari otak seorang anak untuk berkembang di masa depan, tapi proses pembangunan sirkuit otaknya ditentukan oleh faktor pengasuhan.

Dijelaskan oleh Dr.Rose Mini, M.Psi, atau akrab disapa Bunda Romi, pola asuh adalah gaya pengasuhan tertentu yang konsisten digunakan oleh orangtua kepada anaknya.

Pengasuhan ini mencakup proses merawat, seperti memberi makan dan melindungi, sosialisasi yang salah satu bentuknya mengajarkan tingkah laku yang umum sesuai aturan di masyarakat, serta komunikasi. Hal-hal yang dikomunikasikan adalah kasih sayang, nilai-nilai, minat, dan perilaku.

Bunda Romi mengatakan, pola asuh berperan besar dalam kemampuan sosial, emosional, dan intelektual si kecil. "Tidak ada orang yang berhasil karena nilai matematikanya tinggi, tapi karena faktor interpersonal skill-nya," katanya.

Interpersonal skill menuntut seseorang memiliki kecerdasan emosi yang baik, yaitu kemampuan untuk mengetahui perasaan diri maupun orang lain, dan dapat menggunakan informasi tersebut untuk mengarahkan pikiran dan tindakan.

Salah satu cara mengembangkan kecerdasan emosi anak antara lain dengan mengajarkan anak mengenali ekspresi serta menceritakan perasaannya, mendengarkan anak, serta memberi contoh kepada anak penerapan sikap empati, serta memotivasi anak saat menemui kesulitan.

Jika anak diberi rasa aman, dihindarkan dari celaan dan cemoohan, berani berekspresi dan bereksplorasi secara leluasa, ia akan tumbuh dengan penuh rasa percaya diri dan berkembang menjadi dirinya sendiri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau