KOMPAS.com - Kaum wanita memang lebih mudah dihinggapi rasa cemas dan stres. Pada mereka yang sudah menjadi ibu, kecemasan itu bertambah dengan kekhawatiran apakah mereka telah menjadi ibu ideal bagi keluarganya.
Tekanan yang dialami seorang ibu, menurut psikolog Vera Itabiliana Hadiwidjojo, bisa berasal dari diri sendiri dan lingkungan luar.
Faktor internal antara lain semua pengalaman sebelum menjadi ibu, misalnya pendidikan, atau pola asuh yang diterima ketika ia masih anak-anak. Hal itu akan berkontribusi pada tekanan yang dirasakan dari dalam.
Target pribadi setiap ibu tentu berbeda-beda, tergantung pada latar belakangnya.
"Kalau dulu ibunya merasa waktu kecilnya susah, sekolah jalan kaki, atau ada cita-cita tertentu yang tidak tercapai, maka itu akan membentuk target pribadi seorang ibu saat memiliki anak," kata Vera dalam diskusi yang diadakan oleh komunitas Joy Parenting di Jakarta (22/6/2016).
Sementara itu, faktor eksternal justru lebih banyak lagi jenisnya, mulai dari komunitas sesama ibu yang secara tidak langsung sering membandingkan anaknya, sosial media, keluarga besar, sampai kritikan dari suami.
Artika Sari Devi, Putri Indonesia 2004, juga merasakan tekanan dari dalam diri. "Kalau saya pressure-nya berupa rasa ragu apakah sudah memberi yang terbaik, apakah sudah cukup memberikan ilmu dan bekal agar anak menjadi pribadi yang mandiri," kata ibu dari Ebi dan Zoe ini.
Tekanan yang dialami seorang ibu, harus bisa dikelola dengan baik agar tidak berpengaruh negatif pada pola pengasuhan dan hubungan dengan anak. Penelitian juga menunjukkan, seorang ibu yang berusaha keras menjadi sosok ideal justru lebih mudah merasa stres dan frustasi ketika ia membandingkan diri dengan orang lain atau mendapat komentar negatif.
"Pressure adalah hal yang tak bisa dihindari, karena tekanan itu bisa dibentuk sendiri dari dalam diri. Tetapi kalau tidak dikelola dengan baik, dampaknya anak justru akan di-push untuk mengejar target orangtuanya," kata Vera.
Sebagai orangtua, sebaiknya kita mengetahui kurva normal perkembangan setiap anak sehingga tahu kemampuan umum yang dimiliki anak di tahapan usia tertentu. Bila hal itu sudah dimiliki anak, orangtua tinggal mengembangkan apa yang menjadi bakat dan minat anak.
"Kalau ibu merasa mudah terpengaruh oleh omongan orang lain, kuncinya pakai saja kacamata kuda. Semua hal bisa dibandingkan, sehingga kita sering lupa melihat anak sendiri," ujar Vera.
Target-target pribadi juga harus dibatasi dan sesuaikan harapan orangtua dengan kemampuan anak.
Dian ArRahmi, Kepala Sekolah TK Islam Al Izhar Jakarta, mengatakan bahwa tumbuh kembang seorang anak merupakan pemicu tekanan dari dalam diri seorang ibu.
"Dari segi pendidikan, sebenarnya sudah jelas kalau anak usia tertentu seharusnya sudah mampu menguasi apa. Salah satu cara mengurangi beban orangtua itu adalah jika anak sudah bisa mandiri dan perkembangannya sesuai usia," katanya.
Vera juga menyarankan agar kita jangan selalu bereaksi mendengar omongan orang lain yang sering membandingkan anak.
Hal itu juga dilakukan Artika. Menurutnya, ia selalu berusaha tidak langsung bereaksi dengan omongan sesama ibu-ibu lain.
"Tekanan dari orang lain justru membuat kita memenuhi ekspektasi orang lain. Sebagai ibu kita harus punya percaya diri karena kita yang paling tahu karakter dan kemampuan anak kita," kata Artika.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.