KOMPAS.com - Semua makhluk hidup, dengan caranya masing-masing, pasti membuang kotoran sisa hasil metabolismenya. Bahkan, BAB secara teratur adalah salah satu syarat mutlak agar tubuh kita tetap sehat. Berangkat dari pemikiran itu, bayangkan jika Anda tidak bisa BAB selama berbulan-bulan.
Inilah yang terjadi pada Emily Titterington, usia 16 tahun dari Cornwall Inggris, yang meninggal pada 8 Februari 2013 setelah tidak buang kotoran selama delapan minggu. Emily, pengidap autisme ringan, sering berurusan dengan masalah usus di sebagian besar masa hidupnya.
Dia memiliki fobia toilet yang begitu parah, sehingga lebih memilih untuk menahan BAB. Menurut pemeriksaan medis atas kematiannya, Emily menderita serangan jantung fatal sebagai akibat dari pembesaran usus sehingga menekan beberapa organ tubuhnya, termasuk jantung.
Emily menderita ekstensi usus besar yang masif, kata ahli patologi Amanda Jeffery. Paramedis Lee Taylor, yang sempat dua kali memeriksa Emily pada malam kematiannya, mencatat bahwa ukuran perut Emily memanjang.
Tulang rusuknya turun dan terdorong keluar melebihi tulang kemaluannya. Yang menyedihkan adalah bahwa Emily tidak seharusnya menderita seperti itu.
"Kematiannya bisa dihindari dengan pengobatan yang tepat pada titik yang tepat," kata dokter umum langganannya, Alistair James.
Emily pernah diresepkan obat pencahar, tetapi di luar itu, Emily menolak perawatan medis karena takut pada serangkaian pemeriksaan yang akan dilakukan oleh dokter.
"Saya belum pernah mendengar ini terjadi sebelumnya," kata Frank R. Malkin, M.D., seorang gastroenterologist di Charles River Medical Associates di Natick, Massachusetts.
Orang-orang muda dan remaja datang dan mengatakan mereka tidak BAB selama dua minggu, bukanlah kasus yang banyak terjadi.
"Kalaupun ada orang yang mengalami kesulitan BAB, mereka dapat menggunakan obat pelunak feses atau suplemen serat, atau pengobatan jenis lain yang direkomendasi oleh dokter. Delapan minggu tanpa BAB kemudian meninggal dunia, itu sangat tidak biasa."
Kesulitan BAB tingkat parah seperti yang dialami Emily, hampir tidak pernah terjadi pada orang dewasa.
"Hal seperti itu lebih sering terjadi pada anak-anak," kata Carin Cunningham, Ph.D., seorang psikolog anak di Rumah Sakit Anak Seattle.
"Kesulitan BAB akan menimbulkan nyeri sembelit yang parah. Diikuti oleh kondisi takut akan toilet, akhirnya anak bukannya membuka otot anal mereka tapi malah menahannya dan akhirnya ini jadi kebiasaan," kata Cunningham.
Banyak anak-anak yang fobia toilet bisa memecahkan masalahnya sendiri, misalnya dengan BAB di luar toilet atau di celana.
Dalam kasus Emily, kondisi autismenya membuat dia tidak bisa berkomunikasi dengan baik tentang apa yang dia rasa dan dia menjadi kurang terhubung dengan apa yang terjadi di dalam tubuhnya. Akhirnya, terjadilah bencana yang menyedihkan itu.
"Takut toilet lebih banyak terjadi pada anak-anak usia sekitar dua sampai lima tahun," kata Cunningham.
"Pada usia 16, ada kurang dari satu persen dari populasi yang memiliki fobia toilet. Pada orang dewasa, kasus seperti ini belum pernah terdengar. Mungkin karena orang dewasa jauh lebih mampu mencari solusi dibanding anak atau remaja," kata Cunningham lagi.
Meski demikian, orang dewasa tetap harus waspada terhadap sembelit, terutama jika jadwal BAB Anda menyimpang dari biasanya. "Rutinitas BAB setiap orang berbeda," kata Malkin.
"Ada yang BAB sekali sehari, ada juga yang dua atau tiga kali sehari, dan ada yang tiga atau empat hari sekali. Jika ada perubahan dari rutinitas normal, sebaiknya Anda berkonsultasi ke dokter.”
Dokter akan bisa memberi solusi mudah untuk mengatasi sembelit Anda atau memberi saran lain untuk membantu menjaga pencernaan Anda tetap lancar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.