Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 23/11/2016, 12:50 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Antibiotik sangat diperlukan untuk mengatasi penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Tapi, apa jadinya jika bakteri dalam tubuh mulai kebal dengan berbagai macam antibiotik?

Akibatnya, penyakit yang diderita akan sangat sulit sembuh dan bisa berujung pada kematian karena tidak ada lagi obat yang bisa mengatasi infeksinya. Kebalnya bakteri dengan antibiotik disebut resistensi antimikroba atau antibiotik.

Ketua Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba ( KPRA) Kementerian Kesehatan RI, dr. Harry Parathon, SpOG, mencontohkan, ada pasien operasi caesar yang mengalami resistensi antibiotik. Kondisi itu menyebabkan bekas jahitan operasi caesar yang terinfeksi tak bisa mengering atau terus menjadi luka terbuka meski telah diberi berbagai pengobatan.

Ada pula bayi kembar siam yang berhasil dipisahkan, tetapi mengalami infeksi bakteri dan ternyata bakteri tersebut resisten dengan antibiotik sehingga tak bisa disembuhkan.

"Operasi canggih dan biaya mahal sekalipun belum bisa mengatasi penyakit kalau sudah resistensi antibiotik," kata Harry.

Inilah masalah kesehatan yang sedang dihadapi di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Masalah global ini harus diatasi setiap negara dengan bijak menggunakan antibiotik. Bagaimana caranya?

1. Jangan berikan antibiotik untuk semua penyakit

Salah satu penyebab terjadinya resistensi antibiotik adalah konsumsi yang berlebihan. Putri Suhendro dari Yayasan Orang Tua Peduli mengatakan, sering kali ditemui anak yang mendapat antibiotik meski hanya sakit batuk, pilek, dan diare.

Padahal, penyakit tersebut umumnya disebabkan oleh virus, bukan bakteri. Ingat, antibiotik hanya untuk mengatasi infeksi bakteri. Hari menambahkan, antibiotik juga bukan digunakan untuk mencegah infeksi bakteri.

"Jadi kalau flu, cabut gigi, operasi kecil, bisul, tak perlu antibiotik," kata Hari.

Menurut Hari, edukasi pemberian antibiotik ini seharusnya diketahui oleh semua dokter. Masyarakat juga bisa lebih kritis menanyakan kepada dokter apakah perlu penggunaan antibiotik tersebut.

2. Habiskan antibiotik sesuai dengan resep doker

Konsumsi antibiotik juga harus sesuai dengan resep dokter. Misalnya, pada penyakit tuberkulosis pasien harus mengahabiskan antibiotik selama enam bulan.

Jika tidak patuh minum obat, resistensi antibiotik bisa terjadi. Putus obat bisa membuat kuman bermutasi dan menjadi tidak ampuh disembuhkan dengan antibiotik mana pun.

3. Jangan beli antibiotik sembarangan

Ingat, antibiotik bukan obat yang bisa dibeli sembarangan di apotik atau toko obat. Setiap antibiotik harus berdasarkan resep dokter.

Seseorang tidak bisa asal-asalan memilih obat antibiotik untuk diberikan kepada anak yang sedang sakit. Resep antibiotik yang diberikan oleh dokter pun seharusnya sesuai dengan jenis bakteri yang menginfeksi.

4. Tak perlu simpan antibiotik di rumah

Nah, ini adalah kebiasaan buruk yang harus dihentikan, yaitu menyimpan antibiotik cadangan di rumah. Jangan lupa, pemakaian antibiotik harus sesuai resep dokter.

Jenis antibiotik yang diberikan juga tidak selalu sama dengan semua penyakit yang diderita. Antibiotik pun tak bisa asal diberikan kepada orang lain.

Ketika dokter meresepkan antibiotik untuk si A, belum tentu si B dengan penyakit yang sama butuh antibiotik sepeti A.

5. Stop penggunaan antibiotik untuk pertumbuhan hewan ternak

Penggunaan antibiotik untuk memacu pertumbuhan hewan ternak harus dihentikan. Menurut Harry, antibiotik seharusnya hanya bisa diberikan kepada hewan yang sakit. Itu pun menggunakan antibiotik khusus untuk hewan.

Penggunaan antibiotik pada hewan ternak bisa menyebabkan resistensi antibiotik pada manusia. Hal itu bisa terjadi jika manusia terkontaminasi bakteri yang sudah resisten atau sering konsumsi daging hewan yang mengandung residu antibiotik.

Masalah kesehatan di dunia

Resistensi antimikroba atau antibiotik diperkirakan akan menjadi masalah kesehatan terbesar di dunia. Bagaimana tidak, resistensi antibiotik bisa menyebabkan seseorang tak bisa sembuh karena infeksi bakteri sudah tak mempan diatasi dengan pemberian antibiotik.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mencatat adanya 700.000 kematian per tahun akibat resistensi antibiotik tahun 2013. Tahun 2015 diperkirakan jumlahnya jadi 10 juta kematian per tahun. Di Indonesia, diperkirakan 135.000 orang meninggal per tahunnya karena resistensi antibiotik.

Ironisnya, bakteri yang mengalami resistensi terhadap antibiotik begitu cepat terjadi, sementara penemuan antibiotik baru untuk melawan bakteri tersebut membutuhkan waktu yang sangat lama.

"Untuk menemukan satu antibiotik diperlukan sekitar 8 jenis antibiotik dan nantinya hanya jadi satu antibiotik. Satu penelitian saja butuh triliunan," kata Harry.

Perlu diketahui juga, bakteri yang sudah resisten dengan antibiotik bisa menular ke orang lain. Jika orang lain terinfeksi bakteri tersebut, maka bisa tak sembuh dari penyakitnya ketika terkena infeksi bakteri.

Jadi, dengan bijak menggunakan antibiotik tak hanya mencegah terjadinya resistensi antibiotik terhadap diri sendiri, tetapi juga orang lain di seluruh dunia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com