Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dikdik Kodarusman
Dokter RSUD Majalengka

Dokter, peminat kajian autofagi. Saat ini bekerja di RSUD Majalengka, Jawa Barat

Menanggulangi Stunting secara Autofagi

Kompas.com - 10/09/2022, 07:53 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TIDAK hanya untuk penyakit degeneratif, pendekatan autofagi juga efektif pada penanggulangan stunting. Bahkan pembiasaan pendekatan stunting pada anak-anak dapat menjadikan mereka manusia yang lebih baik kualitasnya.

Jika Anda mengetik kata autofagi di PubMed, sebuah katalog jurnal terkemuka di Amerika Serikat, maka akan banyak sekali hasil yang diperoleh.

Artinya penelitian tentang autofagi begitu banyak peminatnya. Apalagi mekanisme berperan penting dalam proses regenerasi.

Sayangnya, banyak sekali hasil penelitian tersebut memberikan hasil yang mengecewakan. Bahkan mekanisme autofagi dianggap terlibat pada proses berbagai penyakit.

Padahal para pengikut naturopati sangat memuja pendekatan autofagi. Apalagi kaum spiritualis yang melihatnya sebagai terapi dengan pendekatan puasa.

Hal ini yang seringkali membuat kalangan medis agak skeptis dengan pendekatan autofagi. Mereka juga terpengaruh dengan pandangan autofagi sebagai terapi alternatif.

Padahal jika sedikit saja dicermati, banyak sekali ketidaktelitian dalam menyimpulkan hasil penelitian tersebut.

Salah satu contoh adalah penelitian tentang penyakit autoimun SLE (sytemic lupus eritematosus).

Beberapa penelitian menyebut hal ini terjadi akibat gangguan sistem autofagi. Mekanisme autofagi tidak berfungsi akibat gangguan pada gen tertentu.

Ada lagi sebuah penelitian yang menyebut mekanisme autofagi bertanggung jawab atas terjadinya diabetes melitus tipe 2. Hal ini akibat ditemukan adanya proses autofagi oleh lisosom pada penderita DM tipe 2.

Hal ini jelas-jelas menunjukkan ketidak pahaman para peneliti tersebut atas proses autofagi. Umumnya karena pola pikir parsialistik. Melihat manusia sebagai sebuah mesin mekanik yang terpisah-pisah menjadi beberapa organ tubuh.

Sehingga mereka tidak melihat bukan hanya setiap organ, tapi juga setiap mekanisme tubuh saling berhubungan.

Melihat manusia dengan cara terpisah-pisah mengakibatkan pendekatan penanganan parsialistik juga. Sehingga sulit untuk mencari solusi yang integral dari berbagai keluhan yang terkesan terpisah.

Misalnya keluhan diabetes dengan kondisi gaduh gelisah. Begitu juga kondisi stunting dengan proses metabolisme glukosa. Seolah hal-hal yang tidak ada hubungannya sama sekali.

Oh, tidak! Stunting berhubungan dengan metabolisme glukosa karena merupakan kondisi kurang gizi. Kekurangan gizi, termasuk karbohidrat, yang mengakibatkan stunting. Tapi dengan konsep autofagi tidak berhubungan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau