Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Evan Widiono
Dokter

Seorang dokter yang berminat dan mendalami berbagai hal mengenai penyembuhan luka

Kelainan Bentuk Kepala Bayi Craniosynostosis: Gejala, Ciri, dan Penanganan

Kompas.com - 13/10/2023, 10:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Namun, dalam banyak kasus, craniosynostosis diduga disebabkan oleh kombinasi gen dan faktor lain, seperti paparan pada ibu dengan bahan berbahaya, makanan atau minuman ibu yang tidak terjaga gizinya, atau obat-obatan tertentu yang digunakan selama kehamilan.

Baru-baru ini, ada beberapa temuan Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mengenai faktor yang meningkatkan kemungkinan memiliki bayi dengan craniosynostosis:

  • Penyakit tiroid ibu. Wanita dengan penyakit tiroid atau yang dirawat karena penyakit tiroid saat sedang hamil memiliki peluang lebih tinggi untuk memiliki bayi dengan craniosynostosis, dibandingkan dengan wanita yang tidak menderita penyakit tiroid.
  • Penggunaan obat-obatan tertentu. Wanita yang melaporkan menggunakan Clomiphene citrate (obat kesuburan) sebelum atau di awal kehamilan lebih mungkin memiliki bayi dengan craniosynostosis, dibandingkan dengan wanita yang tidak menggunakan obat ini.

Kelainan ini biasanya jarang terlewatkan dalam penegakan diagnosisnya ketika bayi. Kelainan ini biasanya menimbulkan gejala ketika anak bertambah dewasa, berupa gejala peningkatan tekanan di dalam tengkorak yang dikenal sebagai peningkatan tekanan intrakranial (TIK), sakit kepala, gangguan penglihatan, atau keterlambatan perkembangan.

Selain itu, biasanya terdapat kelainan bentuk kepala seperti asimetri wajah/alis yang parah atau bentuk tengkorak yang sempit.

Apabila sudah mengalami hal demikian, maka harus dilakukan operasi dengan remodeling tulang tengkorak untuk memperbaiki kelainan bentuk dan memberikan lebih banyak ruang bagi otak untuk berkembang.

Dokter dapat mengidentifikasi craniosynostosis selama pemeriksaan fisik, dengan cara meraba kepala bayi untuk mencari tepi keras di sepanjang sendi fibrosa dan titik lunak yang tidak biasa.

Dokter juga akan mencari adanya masalah pada bentuk wajah bayi. Jika dokter mencurigai bayi menderita craniosynostosis, maka dokter biasanya akan meminta pemeriksaan lebih lanjut untuk membantu memastikan diagnosisnya, seperti CT scan tes untuk melihat detail tengkorak dan otak, sendi fibrosa sudah tertutup, dan perkembangan otak.

Semua jenis kelainan ini harus diberikan tatalaksana dengan prosedur pembedahan. Apabila kelainan ditemui ketika bayi berusia kurang dari 6 bulan, maka pembedahan dapat dilakukan dengan minimal invasive menggunakan kamera dan sayatan yang sangat kecil.

Sedangkan anak-anak yang lebih besar perlu menjalani operasi lebih rumit yang disebut remodeling tulang tengkorak. Tulang tengkorak akan dibentuk kembali oleh ahli bedah.

Hal ini biasanya juga terjadi apabila bayi mengidap sindrom genetik lainnya.

Berikut dijelaskan beberapa penatalaksanaan yang akan dilakukan oleh dokter untuk memperbaiki kelainan craniosinostosis.

Helm yang dapat dibentuk. Untuk bayi dengan kasus craniosynostosis yang sangat ringan, pembedahan mungkin tidak diperlukan.

Dalam beberapa kasus, penyedia layanan merekomendasikan helm khusus yang dibentuk sedemikian rupa untuk membantu memperbaiki bentuk kepala bayi.

Pembedahan dengan endoskopi. Untuk bayi yang sangat muda (biasanya sebelum usia 6 bulan), dapat dilakukan operasi melalui endoskopi sehingga termasuk dalam tindakan invasif minimal.

Selama prosedur ini, ahli bedah akan membuat dua sayatan kecil untuk mengangkat sepotong kecil tulang secara endoskopi, sehingga ruang yang tercipta dari pengangkatan tulang tersebut diharapkan akan menambah volume isi kepala sehingga otak bayi dapat berkembang normal.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com