KOMPAS.com - Menurunkan berat badan pada anak obesitas perlu dilakukan untuk mencegah risiko kesehatan. Namun, penurunan berat badan perlu berfokus pada perubahan pola hidup yang didukung orangtua dan lingkungan.
Direktur Eksekutif di International Pediatric Association, Prof.dr.Aman Pulungan Sp.A(K), menjelaskan, diet pembatasan kalori tidak disarankan untuk anak yang obesitas. Sebab, anak masih dalam masa pertumbuhan dan perkembangan.
Ia merekomendasikan orangtua mengadopsi aturan 5-2-1-0.
"Anak obesitas sebaiknya makan buah dan sayuran 5 kali dalam sehari, baik untuk makan utama dan camilan. Lalu tidak duduk lebih dari dua jam, bergerak aktif atau olahraga selama satu jam sehari, serta nol (zero) konsumsi gula," katanya dalam acara diskusi memeringati Hari Obesitas Sedunia yang diadakan oleh Novo Nordisk Indonesia (5/3/2024).
Baca juga: Daftar Negara dengan Tingkat Obesitas Tertinggi Dunia 2024, Ada Indonesia?
Selain itu, perubahan gaya hidup juga harus dilakukan sehingga membentuk kebiasaan sehat. Misalnya saja dengan membuat anak aktif bergerak secara fisik. Aktivitas yang kurang gerak harus dikurangi, seperti menonton televisi, bermain komputer, dan menggunakan perangkat elektronik lainnya.
"Idealnya anak ke sekolah itu jalan kaki atau naik sepeda. Jika tidak memungkinkan, di sekolah anak harus didorong untuk bergerak aktif, jam pelajaran olahraga juga perlu ditambah jadi dua kali seminggu," ujarnya.
Wakil Menteri Kesehatan Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD, mengatakan, menurut data dari Riskesdas, obesitas di Indonesia meningkat dari 10,05 persen pada tahun 2007 menjadi 21,8 persen pada tahun 2018.
"Obesitas pada anak juga berpotensi menyebabkan resistensi insulin dan berdampak pada penyakit diabetes dan gangguan kardiovaskular seperti hipertensi," katanya.
Prof.Dante menyebutkan, menangani obesitas pada anak harus bersumber dari keluarga. Ini berarti orangtua harus memberi contoh pola makan yang sehat dan juga aktif bergerak.
Baca juga: Ancaman Kesehatan di Balik Lucunya Anak Gemuk
Pembatasan makanan tinggi gula dan garam
Founder dan CEO CISDI, Diah Satiyani Saminarsih mengingatkan pentingnya membaca label kandungan gizi makanan dalam pencegahan dan penanganan obesitas pada anak.
“Memperhatikan kandungan gizi membantu kita memahami apa yang kita konsumsi," ujarnya.
Meski begitu, menurutnya dukungan dari pemerintah dengan membuat kebijakan yang membatasi akses terhadap makanan yang tinggi gula dan garam jauh lebih penting.
"Jika makanan dan minuman dengan gula tinggi tidak dibatasi, akan sulit bagi orangtua untuk membentuk pola makan dan hidup yang sehat. Selain itu, faktor harga juga berperan penting. Jika harga makanan murah, cenderung itulah yang akan dibeli," katanya.
Kemenkes telah mendorong penerapan aturan cukai pada makanan dan minuman yang mengandung pemanis untuk membantu mengurangi konsumsi gula sesuai anjuran pemerintah, serta mencegah dan mengatasi obesitas serta penyakit lainnya yang berhubungan dengan obesitas.
Baca juga: Pemerintah Bakal Terapkan Cukai Minuman Berpemanis, Pakar: Efektif Tekan Konsumsi Gula
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.