Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KABAR KESEHATAN

Bedah Disinformasi BPA, Ini Kata Pakar Polimer dan Ahli Kanker

Kompas.com - 19/08/2024, 21:22 WIB
Aditya Mulyawan

Penulis

KOMPAS.com - Bisfenol-A (BPA) merupakan senyawa kimia yang dekat dengan keseharian manusia. Senyawa ini umumnya digunakan untuk membuat produk polimer plastik polikarbonat yang banyak digunakan sebagai kemasan makanan dan minuman.

Selain itu, BPA juga dipakai untuk membuat resin epoksi. Pada industri makanan dan minuman, resin ini dimanfaatkan sebagai pelapis kemasan logam atau kaleng.

Belakangan, penggunaan BPA banyak mendapat sorotan lantaran dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan.

Pakar polimer dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Ir Akhmad Zainal Abidin, PhD, mengatakan bahwa BPA banyak dipakai karena dapat menghasilkan polimer plastik dengan ketahanan tinggi yang banyak dibutuhkan dalam keseharian.

Kesalahan dalam pemakaian, seperti memanaskan plastik berbahan BPA pada suhu tinggi, tepatnya di atas suhu 70 derajat Celcius, dapat menyebabkan BPA terlepas ke air di dalam kemasan.

Meski demikian, Prof Akhmad menyebut tubuh manusia memiliki mekanisme untuk mengeluarkan kembali partikel BPA yang masuk ke dalam tubuh.

Oleh karena itu, lanjutnya, paparan BPA normal pada tubuh yang sehat umumnya tidak memberikan dampak bagi kesehatan.

"Pertama, dia masuk ke tubuh, terus di dalam perut nanti diserap, lalu dia lari ke darah. Darah akan mengalami proses di dalam tubuh, termasuk di dalam hati. Di sana, zat-zat tersebut bisa dikeluarkan lagi nanti melalui urine atau keringat dan sebagainya," terangnya.

Senada dengan Prof Akhmad, pakar dari Lembaga Riset Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Aditiawarman Lubis, MPH, menuturkan bahwa paparan BPA dalam keseharian sering kali sulit dihindari.

Terpenting, sambungnya, adalah membatasi paparan tersebut agar tidak melebihi kadar yang ditetapkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), yakni maksimal 0,6 bagian perjuta (bpj).

"Suka enggak suka, sadar enggak sadar, kita mengonsumsi atau terpapar BPA. (Hal) yang perlu diperhatikan pada kemasan ini adalah batas aman, dan itu sudah diatur oleh regulator, dalam hal ini BPOM," kata dr Adit.

Ia menekankan bahwa selama angka BPA masih di bawah batas yang ditetapkan BPOM, maka produk tersebut aman untuk dikonsumsi.

Terkait disinfomasi yang menyebut BPA sebagai pemicu kanker, ahli kanker dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dr Andhika Rachman, SpPD-KHOM, menegaskan bahwa berbagai penelitian yang dilakukan belum memberikan hasil yang konklusif tentang adanya hubungan kausatif.

Selain itu, sebagian besar penelitian juga baru dilakukan pada hewan yang tidak serta merta dapat diterapkan pada manusia.

“Terlalu dini untuk menyimpulkan BPA menyebabkan kanker secara langsung,” tegas dr Andhika.

Sementara terkait label bebas BPA, Prof Akhmad mengingatkan kepada masyarakat agar tidak mudah terkecoh. Pasalnya, tiap jenis plastik punya kandungan kimia tertentu yang tidak lebih aman dari BPA.

Oleh karena itu, label bebas BPA tidak menjamin plastik kemasan tersebut bebas dari bahan kimia lain, khususnya ketika kadarnya lebih tinggi dari ketentuan.

"Tanda-tanda itu (bebas BPA) bisa tidak mendidik. Sebenarnya, (hal) yang dilarang oleh BPOM bahan berbahaya itu banyak, puluhan. Harusnya cukup dengan label BPOM bisa menjamin semuanya itu aman, jangan ditulis satu-persatu," tukas Prof Akhmad.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau