Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. Nugroho SBM
Dosen Universitas Diponegoro

Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang

Mencermati Inflasi Kesehatan

Kompas.com - 29/08/2024, 05:49 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Hal ini bisa dimaklumi karena selama pandemi Covid-19, orang membatasi menggunakan layanan kesehatan lantaran prosedurnya lebih rumit. Misalnya, harus di-swab dulu, memakai masker, menjaga jarak, dan lain-lain.

Setelah pandemi Covid-19 berakhir, semua batasan itu juga berkurang, bahkan berakhir sehingga masyarakat bisa lebih bebas menggunakan layanan kesehatan.

Lalu hukum ekonomi berlaku ketika penawaran tetap di satu sisi dan permintaan meningkat di sisi lain, maka harga akan naik.

Keempat, di kalangan masyarakat menengah ke atas kesadaran akan pentingnya kesehatan sehingga permintaan layanan jasa kesehatan meningkat.

Lagi-lagi hukum ekonomi berlaku di sini. Permintaan naik, sementara penawaran tetap akan menyebabkan harga naik.

Kelima, kenaikan premi asuransi. Alasan utama kenaikan premi asuransi adalah penyesuaian dengan tingkat inflasi umum yang terjadi.

Upaya Pemerintah

Guna merespons kenaikan biaya layanan kesehatan, maka pemerintah selalu meningkat alokasi APBN untuk sektor kesehatan.

Pada 2020, anggaran kesehatan sebesar Rp 119,9 triliun dikucurkan dari APBN. Angka tersebut naik menjadi Rp 124,4 triliun pada 2021, bertambah lagi menjadi Rp 134,8 triliun pada 2022, dan Rp 172,5 triliun pada 2023.

Tren peningkatan anggaran kesehatan terus berlanjut di tahun 2024, di mana porsinya naik 8,7 persen dari tahun sebelumnya menjadi Rp 187,5 triliun.

Alokasi APBN untuk bidang kesehatan itu digunakan untuk berbagai hal antara lain: pembangunan sarana dan prasarana kesehatan, pengadaan tenaga kesehatan baru, pembayaran gaji tenaga kesehatan, serta subsidi bidang kesehatan.

Semua ini dimaksudkan untuk menambah sisi penawaran bidang kesehatan serta subsidi bidang kesehatan.

Namun, tampaknya hasil dari semua kebijakan itu belum mampu secara optimal menurunkan biaya kesehatan di Indonesia. Mungkin butuh waktu supaya kebijakan-kebijakan itu efektif serta butuh kebijakan lebih inovatif untuk menurunkan inflasi kesehatan di Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau