KOMPAS.com - Malanutrisi merupakan masalah kesehatan serius di Indonesia, bahkan menduduki peringkat ketiga di Asia Tenggara menurut Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO).
Faktor kemiskinan, kurangnya akses terhadap pangan bergizi, rendahnya pengetahuan tentang gizi, serta ketidakmerataan layanan kesehatan menjadi penyebab utama dari malanutrisi di berbagai wilayah Indonesia.
Menurut Dr.Luciana B Sutanto SpGK, Presiden Perhimpunan Nutrisi Indonesia, malanutrisi dapat terjadi pada semua umur.
Pada orang dewasa, malanutrisi bisa berupa berat badan turun tanpa rencana, tidak berselera makan, tidak dapat makan atau makan dalam porsi sedikit, merasa lemah dan lelah, serta terjadi pembengkakan atau akumulasi cairan.
Sementara itu, pada anak bisa ditandai dengan panjang dan tinggi badan tidak bertambah, makan lebih sedikit dari biasanya, berat badan kurang, kegemukan, susah makan, serta kurang aktif bergerak.
"Malanutrisi bukan hanya berdampak pada kesehatan fisik dan meningkatkan risiko kematian, tetapi juga memiliki konsekuensi ekonomi yang signifikan, seperti peningkatan biaya rawat inap di rumah sakit," paparnya dalam acara Pekan Sadar Malnutrisi 2024 di Jakarta (17/9/2024).
Baca juga: Indonesia Hadapi Beban 3 Lapis Malnutrisi, Pengaruhi Tumbuh Kembang
Malanutrisi, jika tidak dikenali dan diobati, dapat memperburuk kondisi kesehatan individu, terutama mereka yang berisiko seperti orang tua, penderita penyakit kronis, dan pasien dengan infeksi.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof.Ari Fahrial Syam menambahkan, malanutrisi bukan cuma kekurangan gizi, tapi juga kelebihan, atau ketidakseimbangan.
"Pada pasien yang dirawat di rumah sakit, malanutrisi bisa membuat daya tahan tubuh menurun, komplikasi, dan menyebabkan durasi perawatan menjadi lebih lama dan pengobatan lebih sulit," kata Prof.Ari di acara yang sama.
Sementara itu, malanutrisi pada ibu hamil akan berdampak langsung pada kesehatan janin yang dikandungnya. Untuk itu diperlukan intervensi nutrisi untuk ibu hamil dan juga bayi.
"Malanutrisi pada bayi bukan cuma stunting, tapi juga wasting atau berat badan anak menurun atau berada di bawah rentang normal," papar dr.Luciana.
Baca juga: Berat Badan Balita Susah Naik, Waspadai Wasting
Dampak pembiayaan kesehatan
Malanutrisi menjadi PR besar yang hingga saat ini belum tuntas diatasi. Padahal, biaya kesehatan akibat masalah gizi ini sangat besar. Menurut data Bapenas tahun 2019, biaya perawatan kesehatan untuk stunting mencapai 15-20 persen dari total biaya kesehatan pada anak-anak di Indonesia. Biaya medis per anak yang stunting diperkirakan sekitar Rp 6 juta per tahun.
Sementara itu, biaya tambahan akibat anemia pada ibu hamil bisa mencapai Rp 2 juta - Rp 5 juta per kasus.
Medical & Scientific Affairs Director Nutricia Sarihusada, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK menyampaikan bahwa dari aspek ekonomi, intervensi nutrisi merupakan salah satu investasi yang paling hemat biaya bagi human capital.
"Untuk menghadapi permasalahan ini diperlukan kolaborasi dari berbagai pihak. Kolaborasi yang kuat antara pemerintah, sektor swasta, organisasi non-profit, dan masyarakat sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pencegahan malanutrisi," katanya.
Baca juga: Zat Gizi yang Dibutuhkan Ibu Hamil Agar Anak Cerdas
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.