KOMPAS.com - Pakar kesehatan kembali menyampaikan keprihatinan dengan berlanjutnya praktik transportasi air minum dalam kemasan (AMDK) galon yang diangkut dengan truk-truk terbuka dan terpapar panas sinar matahari.
Di sela Seminar “BPA Free: Perilaku Sehat, Reproduksi Sehat, Keluarga Sejahtera”, di Hotel Amarossa Cosmo, Jakarta (5/9/2024), Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dr I Made Oka Negara menuturkan bahwa galon AMDK berpotensi terpapar BPA saat didistribusikan.
“Saya lihat dan beberapa data menyebutkan bahwa walaupun mereka tidak panas, tapi dalam distribusinya bisa terpapar panas karena ditaruh di truk-truk terbuka,” katanya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (14/10/2024).
Menurutnya, paparan panas dan paparan sinar ultraviolet (UV), akan menyebabkan BPA terlepas dari kemasan galon.
“Kalau bisa, saran saya, truk-truk pengangkutnya berataplah. Jadi tidak ada pengaktifan BPA-nya,” sambungnya.
Dalam konteks kandungan senyawa kimia BPA, kata dr Oka, beberapa penelitian sudah sangat masif menjelaskan bahwa BPA berbahaya secara akumulatif untuk kesehatan.
“Apabila dikonsumsi terus menerus, (BPA bisa menimbulkan) gangguan estrogen, dan pada laki-laki berpotensi mengalami mikropenis, berpotensi mengalami gangguan kesuburan. Kalau pada perempuan, cenderung mengalami debut seksual lebih awal. Payudara dan panggulnya lebih besar lebih awal,” kata dr Oka.
Kontaminasi BPA pada AMDK galon polikarbonat telah diperkuat dengan penelitian lapangan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Penelitian itu menemukan bahwa air kemasan dari galon polikarbonat di enam daerah di Indonesia menunjukkan tingkat kontaminasi BPA yang mengkhawatirkan.
BPOM menemukan zat BPA dalam kadar melebihi ambang batas, yakni 0,9 bagian per sejuta (ppm) per liter, pada air minum dalam kemasan galon selama periode 2021-2022. Padahal, ambang batas yang ditentukan adalah sebesar 0,6 ppm per liter.
Keenam daerah yang AMDK galonnya diduga tercemar paparan BPA meliputi Medan, Bandung, Jakarta, Manado, Banda Aceh, dan Aceh Tenggara.
Berdasar temuan BPOM, tingginya kadar BPA ini sebanyak 3,4 persen ditemukan pada sarana distribusi dan peredaran.
Sementara itu, hasil uji migrasi BPA di kisaran 0,05-0,6 ppm sebanyak 46,97 persen ditemukan di sarana distribusi dan peredaran, serta 30,19 persen ditemukan di sarana produksi.
Adapun uji kandungan BPA pada AMDK yang melebihi 0,01 ppm, 5 persen ditemukan di sarana produksi serta 8,6 persen ditemukan di sarana distribusi dan peredarannya.
BPOM menyebut, kontaminasi AMDK galon dengan BPA yang berlebih ini akibat proses pascaproduksi.
Proses perjalanan transportasi dan penyimpanan AMDK galon dari pabrik menuju konsumen melalui berbagai media dan ruang diduga tidak sesuai prosedur.
Misalnya, galon yang terkena paparan panas matahari atau dibanting-banting saat diturunkan, diyakini menjadi penyebab kandungan BPA dalam kemasan galon bermigrasi dalam air.
Senada dengan temuan itu, Direktorat Standardisasi Pangan Olahan BPOM Yeni Restiani mengatakan, terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan migrasi BPA dari kemasan ke dalam AMKD.
“(Faktor tersebut di antaranya adalah) proses pencucian yang tidak tepat, penggunaan air pada suhu tinggi di atas 75 derajat Celcius, terdapat residu detergen, dilakukannya pembersihan yang mengakibatkan goresan, penyimpanan tidak tepat, hingga paparan sinar matahari langsung atau karena lamanya terpapar sinar matahari,” jelasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.