Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Noerolandra Dwi S
Surveior FKTP Kemenkes

Menyelesaikan pascasarjana FKM Unair program studi magister manajemen pelayanan kesehatan. Pernah menjadi ASN di Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban bidang pengendalian dan pencegahan penyakit. Sekarang menjadi dosen di Stikes NU di Tuban, dan menjalani peran sebagai surveior FKTP Kemenkes

Paradoks Rokok

Kompas.com - 09/11/2024, 10:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Yang terbaru sekarang adalah rencana kemasan rokok tanpa merek dengan tujuan menurunkan prevalensi perokok. Perokok bakal kesulitan mencari rokok brand dan tidak mendapatkan gaya hidup pada rokok polos.

Dalam jangka tertentu, strategi tersebut akan menurunkan prevalensi perokok. Rokok tetap dijual dengan pembatasan yang diatur mengikuti FCTC.

Namun, banyak kalangan pesimistis. Alih-alih menurunkan prevalensi, malah kemasan polos akan membuat produksi rokok ilegal marak dan menjadi pilihan realistis.

Prevalensi perokok malah akan naik. Sisi lain, penerimaan negara hilang signifikan karena mudah mendapat kemasan polos yang ilegal.

Paradok rokok di negara kita akan terus akan terjadi. Kebijakan pemerintah (Kemenkes, kesehatan masyarakat) sebagai penjaga kesehatan akan berseberangan dengan sektor pemerintah yang lain (Perdagangan, perindustrian, keuangan).

Demikian dengan kenaikan cukai dan harga rokok, penerimaan cukai meningkat karena jumlah perokok juga terus meningkat.

Strategi kenaikan cukai, no smoking area, pembatasan penjualan, dan kemasan polos dapat menurunkan prevalensi perlu kajian lebih lanjut.

Tanggung jawab pemerintah mewujudkan kesejahteraan. Jika dari rokok terdapat persoalan kesehatan dan kesejahteraan, negara mesti menjaga dalam dinamika yang tidak sampai menimbulkan gejolak dalam masyarakat dan ekosistem tembakau.

Secara alami angka merokok akan menurun karena pendidikan, meningkatnya ekonomi, dan kampanye antitembakau tanpa lelah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau