KOMPAS.com - Sarapan merupakan waktu makan yang penting sebagai sumber energi anak. Dengan menu sarapan yang memadai, ditambah dengan susu, pemenuhan mikronutrien anak bisa tercukupi.
Hal tersebut ditunjukkan dalam hasil Studi South East Asian Nutrition Survei II (SEANUTS II) yang dirilis tahun 2022 lalu.
Peneliti utama SEANUTS II, Prof.Rini Sekartini Sp.A(K), mengatakan kebiasaan sarapan berperan besar dalam menyediakan nutrisi penting untuk pertumbuhan anak.
"Secara umum, anak-anak yang mengkonsumsi susu pada saat sarapan memiliki asupan mikronutrien esensial lebih tinggi, terutama untuk Kalsium dan Vitamin D,” ujarnya dalam acara media workshop di Jakarta (8/11/2024).
Anak-anak yang mengkonsumsi produk susu saat sarapan memiliki asupan mikronutrien harian yang lebih tinggi secara signifikan untuk vitamin A, B12, dan D, serta Kalsium, dibandingkan anak-anak yang tidak mengkonsumsi susu saat sarapan.
Di Indonesia, hanya 32 persen anak berusia 2 hingga 12 tahun yang mengkonsumsi sarapan yang memadai.
Baca juga: Kebiasaan Tak Sarapan Bikin Anak Lemot di Sekolah
Idealnya menu sarapan terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, serta vitamin dan mineral. Waktu masuk sekolah yang pagi juga membuat anak sering melewatkan sarapan.
"Sumber nutrisi yang mudah didapat, mudah dikonsumsi dalam waktu cepat adalah susu. Menambahkan susu ke dalam menu sarapan penting karena untuk mengejar kandungan kalsium dan vitamin D," ujarnya.
Kebiasaan melewatkan sarapan bukan cuma membuat anak kurang berenergi, tapi juga mengganggu kemampuannya menangkap informasi baru di sekolah, serta meningkatkan risiko kekurangan gizi.
Ditambahkan oleh Prof.Rini, meski anak sudah gemuk bukan berarti anak tidak boleh mengonsumsi susu karena kandungan mikronutriennya tetap dibutuhkan anak.
"Pada anak gemuk yang bisa dikurangi adalah karbohidratnya atau cara pengolahan masakannya," ujarnya.
Penelitian di empat negara
Penelitian SEANUTS II dilakukan pada tahun 2019 di 21 Kabupaten/Kota di 15 provinsi di Indonesia dan melibatkan 3.456 anak berusia 6 bulan - 12 tahun.
Penelitian tersebut dilakukan dengan pengisian kuesioner serta pemeriksaan fisik untuk anak-anak.
Baca juga: Nutrisi yang Dibutuhkan untuk Kecerdasan Anak
Berdasarkan studi SEANUTS II, anak-anak di Indonesia ditemukan belum memenuhi rekomendasi kebutuhan rata-rata harian untuk Kalsium (78 persen) dan Vitamin D (92 persen), sehingga menimbulkan risiko yang serius bagi pertumbuhan dan perkembangan mereka.