Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jejak Stres Masa Kecil Terbawa ke Sel Sperma

Kompas.com - 04/02/2025, 18:00 WIB
Lusia Kus Anna

Editor

KOMPAS.com - Ayah yang mengalami stres berat di masa kecilnya memiliki penanda epigenetik berbeda, yang mungkin memengaruhi keturunannya. Jejak trauma itu terbawa di dalam sel spermanya.

Menurut penelitian terbaru yang dimuat dalam jurnal Molecular Psychiatry ditemukan "epigenetik" berbeda sel sperma ayah yang pernah mengalami stres tinggi di masa kanak-kanak.

Epigenetika melibatkan bagaimana DNA, yakni cetak biru yang digunakan untuk membangun protein dan molekul yang membentuk tubuh kita, dibaca. Epigenetika tidak mengubah kode dasar DNA, melainkan mengubah gen mana yang dapat diaktifkan.

Penelitian menunjukkan, pengalaman hidup dan juga lingkungan tempat kita tumbuh dapat meninggalkan perubahan epigenetik pada DNA, yang bisa mengubah aktivitas gen.

Baca juga: Trauma Masa Kecil Dapat Sebabkan Anak Berlaku Agresif, Benarkah?

“Epigenetika pada dasarnya menunjukkan gen mana yang aktif,” kata penulis utama studi Dr. Jetro Tuulari, profesor di Universitas Turku di Finlandia.

Penelitian ini menambah semakin banyak penelitian yang menyelidiki apakah pengalaman hidup orang tua dapat diwariskan kepada generasi mendatang melalui perubahan epigenetik ini.

Namun, penting untuk dicatat bahwa bidang penelitian ini masih dalam tahap awal.

"Melihat perubahan epigenetik pada sperma tidak serta merta berarti perubahan tersebut diturunkan kepada anak. Faktanya, para peneliti bekerja sangat keras untuk menjawab pertanyaan itu, kata Tuulari.

Baca juga: Apa yang Membuat Kualitas Sperma Bagus? Berikut 10 Daftarnya…

Beberapa studi psikologi sebelumnya juga telah menunjukkan bagaimana trauma yang dialami seseorang bisa "diwariskan" kepada keturunannya. Para ahli menyebutnya sebagai "trauma antargenerasi".

"Trauma yang dialami dari sebuah kejadian personal juga bisa diturunkan, misalnya kekerasaan atau pelecehan saat kanak-kanak," kata Hammond.

Sebagai contoh, jika seorang ibu mengalami depresi berat, kondisi itu membuatnya sulit menjalani peran pengasuhan secara sehat. Si anak kemudian akan tumbuh besar dan menganggap hubungan yang kurang lekat antara ibu dan anak adalah hal normal, dan "mewariskan" pola itu ke anaknya kelak.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi Akun
Proteksi akunmu dari aktivitas yang tidak kamu lakukan.
199920002001200220032004200520062007200820092010
Data akan digunakan untuk tujuan verifikasi sesuai Kebijakan Data Pribadi KG Media.
Verifikasi Akun Berhasil
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau