Oleh: dr Andri, SpKJ *
KOMPAS.com — Dari tahun ke tahun, jumlah pengendara sepeda motor semakin bertambah. Data tahun 2009 saja mengatakan bahwa jumlah pengendara sepeda motor berjumlah lebih dari 52 juta (BPS). Hal ini tentunya selain akan membuat masalah kemacetan, juga akan meningkatkan risiko kecelakaan yang terjadi di jalan raya.
Harian Republika pada tanggal 14 Juni 2011 mengatakan bahwa dari total kejadian kecelakaan sepanjang 2010 yang berjumlah 5.798 kecelakaan, kebanyakan terjadi pada pengendara bermotor.
Melihat kondisi ini, pada 2 Juli 2011 lalu saya menyampaikan presentasi dalam Pertemuan Ilmiah Dua Tahunan Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia di Bandung dengan judul "Gangguan Psikiatrik pada Trauma Kepala: Peluang dan Tantangan".
Dalam berbagai literatur disebutkan bahwa dari sekitar 1,4 juta kasus per tahun di Amerika Serikat, hanya sekitar 235.000 orang yang dirawat intensif di rumah sakit dan 80.000 di antaranya mengalami kecacatan. Saat ini saja terdapat sekitar 5,3 juta orang Amerika yang mengalami cacat berkepanjangan akibat trauma kepala.
Trauma kepala dapat disebabkan oleh kecelakaan bermotor, kecelakaan olahraga, tindak kekerasan, ataupun ledakan bahan peledak. Kondisi ini menimbulkan luka baik terbuka maupun tertutup pada bagian kepala manusia. Beberapa korban mungkin hanya mengalami cedera kepala ringan yang sering disebut gegar otak. Namun, selebihnya ada yang mengalami gejala-gejala terkait dengan perilaku dan perasaan pascacedera kepala tersebut.
Beberapa kondisi gangguan psikiatrik yang dihubungkan dengan kejadian cedera kepala adalah depresi, gangguan pascatrauma, kecemasan, kemarahan, agitasi, agresi, gangguan perilaku, tidak adanya kesadaran diri, gangguan fungsi seksual, gangguan penyalahgunaan alkohol dan napza, serta gangguan psikotik.
Sayangnya, sering kali gejala ini dianggap normal dan bagian yang alami dari proses cedera kepala tersebut. Apalagi, bagi para dokter sering "kelupaan" melihat hal ini dikarenakan timbulnya gangguan ini yang sering kali tidak selalu langsung terjadi setelah peristiwa trauma kepala.
Maka dari itu, penanganan yang baik dan terarah adalah bagian yang sangat penting dalam penanganan kasus-kasus cedera kepala ini. Selain penanganan untuk pasiennya, dokter yang menangani pasien dengan gangguan cedera kepala ini juga harus memberikan informasi yang sebaik-baiknya kepada keluarga, terutama terkait dengan pengharapan dan tujuan pengobatan. Sering kali ini menjadi masalah karena pengharapan pasien dan dokter sering tidak dikomunikasikan dengan baik.
Satu hal yang paling penting adalah upaya pengobatan digunakan untuk mengembalikan fungsi pasien seoptimal mungkin dan mengurangi penderitaannya.
Salam sehat jiwa!
* Psikiater Bidang Psikosomatik Medis
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.