Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/10/2012, 16:06 WIB

Penulis: Mawar Kusuma

”Stem cell” atau sel punca menjanjikan harapan baru di dunia kedokteran. Sel ini mampu tumbuh menjadi semua jenis sel baru dalam tubuh. Pasien yang divonis tak bisa sembuh pun, kondisinya bisa membaik.

Endah Purwati (52) mulai merasa nyeri punggung pada awal 2011. Kala itu, hasil foto rontgen tak menunjukkan indikasi penyakit. Namun, diagnosis tersebut berubah ketika kerusakan di tiga ruas tulang belakangnya terdeteksi pada akhir 2011.

Karena belum bisa membaca penyakit yang diderita Endah, dokter di Jakarta menyarankan untuk menjalani proses radiasi atau mencari second opinion ke Singapura. ”Saya bisa kolaps kapan pun,” kata Endah, pendiri Cahaya Montessori School.

Dokter di The National University Cancer Institute Singapura memastikan, Endah menderita multiple myeloma atau kanker sel plasma, sejenis sel darah putih yang ada dalam sumsum tulang. Ia kemudian ditawari pengobatan dengan transplantasi sel punca.

Endah mulai menjalani program transplantasi tepat pada hari Valentine, Februari lalu. Empat bulan pertama dijalani Endah dengan berobat jalan Jakarta-Singapura.

”Pengobatan dengan sel punca memungkinkan sel tumbuh kembali untuk memperbaiki kerusakan. Sekarang tubuh saya terasa segar dan punggung tak lagi nyeri,” ujar Endah, yang kini sudah menjalani 90 hari pascatransplantasi.

Kini, Endah masih tinggal di apartemennya di Singapura sembari menunggu pemeriksaan hingga hari ke-100. Jika hari itu tiba dan Endah dinyatakan sehat, ia bisa pulang ke Tanah Air dengan tetap menjaga diri agar tidak terkena infeksi.

Tahapan transplantasi

Proses penyembuhan dengan sel punca bagi Endah diawali dengan kemoterapi dosis tinggi. Sumsum tulang belakangnya di ”bom” dengan kemoterapi sehingga seluruh isi sumsum tulangnya menjadi kosong. Tak hanya sel kanker, sel darah merah dan sel darah putihnya pun ikut mati.

Tahapan kemoterapi ini menjadi masa paling riskan karena daya tahan tubuh Endah ada di titik nol dan mudah terkena infeksi. Sel punca yang juga ada di dalam sumsum tulang belakangnya sudah terlebih dulu dipanen untuk kemudian ditransplantasikan setelah kemoterapi.

Sel punca itu diharapkan tumbuh lagi untuk perbaikan seluruh sel yang rusak. Setelah transplantasi, Endah rajin mengonsumsi obat antivirus dua hingga tiga kali per hari dan obat antibakteri tiga kali dalam sepekan.

Hebatnya, Endah menjalani seluruh proses itu sebagai pasien luar ruang. Ia memilih tetap tinggal di apartemen sehingga bisa dirawat keluarga. Dirawat di rumah juga membuatnya tidak tertekan secara psikologis.

Biaya transplantasi sel bisa ditekan hingga separuh dari 70.000 dollar Singapura menjadi sekitar 35.000 dollar Singapura. ”Recovery-nya cepat. Suster juga rajin mengecek dengan menelepon setiap hari,” kata Endah.

Agar hidupnya tetap sehat, apartemennya rajin disedot dari debu. Ia bisa makan menu kesukaannya, tetapi tetap di bawah pengawasan ahli gizi. Ia harus menghindari tempat ramai, seperti pasar atau pesta pernikahan.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau