Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalam 5 Tahun, Lippo Group Berencana Bangun 12 Rumah Sakit di Myanmar

Kompas.com - 08/06/2015, 17:17 WIB
Ervan Hardoko

Penulis

YANGON, KOMPAS.com – Sukses mengoperasikan rumah sakit perdana di Yangon, Myanmar nampaknya tak membuat langkah Lippo Group berhenti. CEO Lippo Group James Riyadi bahkan berniat untuk terus mengembangkan jaringan rumah sakit di negeri yang dulu bernama Burma itu.

“Dalam 3-5 tahun kami berencana membangun 12 rumah sakit di seluruh Myanmar, dan dalam jangka panjang kami harap bisa membangun hingga 20 rumah sakit dengan sekitar 6 atau 7 rumah sakit di kota Yangon,” kata James Riyadi, akhir pekan lalu.

James melihat potensi ekonomi Myanmar yang besar dalam beberapa tahun mendatang akan membuat rakyat negeri itu semakin makmur. Ujungnya, dengan kemakmuran yang meningkat maka kebutuhan akan layanan jasa, terutama rumah sakit, akan terus meningkat.

“Saat ini GDP Myanmar sekitar 80 miliar dolar AS namun yang dialokasikan untuk sektor kesehatan hanya 1,6 miliar dolar atau hanya sekitar dua persen saja. Padahal pendapatan per kapita Myanmar bakal meningkat hingga 4.000 dolar AS,” tambah James.

Selain itu, lanjut James, peluang Indonesia berinvestasi di bidang kesehatan di Myanmar sangat luas karena hubungan kedua negara sangat dekat sejak beberapa dekade lalu.

“Myanmar ini (secara geografis) lebih dekat ke Thailand atau China tapi lebih memilih Indonesia. Ini disebabkan hubungan kedua negara yang sangat dekat,” tambah James.

Meski demikian, James mengakui, investasi bidang kesehatan di Myanmar membutuhkan dana yang cukup besar. Apalagi, negeri ini baru membuka diri sehingga semua sistem keuangan dan perbankannya sangat tertinggal.

“Untuk investasi kami mengeluarkan setidaknya 50 juta dolar AS. Akibat sistem perbankan yang masih kuno dan negeri ini juga masih terkena sanksi dari AS dan Uni Eropa maka mau tak mau harus keluar uang sendiri,” tambah James.

Kendala bertambah karena mencari rekanan di Myanmar cukup sulit karena sekitar 200 kelompok bisnis terbesar negeri itu juga terkena sanksi ekonomi AS dan Uni Eropa. Beruntung, ujar James, Lippo Group “berjodoh” dengan kelompok FMI pimpinan Serge Pun yang tak masuk daftar sanksi internasional.

“Jadi kelompok usaha ini adalah termasuk yang terbesar dan bebas dari sanksi. Saat ini kami bekerja sama dengan kelompok ini tapi tak tertutup kemungkinan di masa depan kami bekerja sama dengan kelompok usaha lainnya,” paparnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com