Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beda Vitamin yang Berasal dari Makanan dan Suplemen

Kompas.com - 05/10/2015, 11:49 WIB
KOMPAS.com - Walau kita membutuhkan vitamin dalam jumlah sangat sedikit, mungkin ratusan gram, tetapi vitamin berfungsi sangat besar dalam berjalannya fungsi-fungsi dalam tubuh.

Tubuh manusia tidak bisa membuat vitamin sendiri, sehingga kita harus mendapatkannya dari luar, yakni makanan yang kita asup. Menurut Catherine Price, jurnalis science, sebenarnya tubuh memiliki gen untuk memproduksi vitamin C, tetapi terjadi mutasi yang menghambat proses tersebut.

"Seperti halnya otot yang akan menyusut jika sudah lama tidak digunakan, mutasi ini kemungkinan terjadi akibat banyaknya suplai vitamin C yang tersedia dalam buah-buahan," katanya dalam tulisannya Vitamania: Our Obsessive Quest for Nutritional Perfection.

Saat suplemen vitamin pertama kali dibuat, sekitar tahun 1920-1930-an, kebanyakan produk berasal dari ekstrak tanaman alami. Misalnya untuk mendapat minyak ikan kod, ikan itu dibiarkan terapung di air hangat sampai minyaknya yang kaya vitamin muncul di permukaan lalu diambil. Sementara itu vitamin C biasanya berasal dari tanaman Rose Hips.

Tetapi sekarang ini, walau mengekstrak dari tanaman masih dimungkinan, misalnya vitamin E dari kedelai, tetapi biaya produksinya sangat mahal. Lagi pula tindakan itu juga merusak lingkungan karena proses ekstraksi membutuhkan pelarut kimia yang bisa menjadi racun.

Dalam kasus suplemen asam lemak omega-3 yang sangat penting untuk kesehatan manusia, mayoritas suplemen berasal dari ikan. Hal ini diduga menyebabkan populasi ikan yang merupakan sumber omega-3 menurun.

Sebagai gantinya, industri farmasi kini membuat bahan sintesisnya. "Kebanyakan diproduksi dari reaksi kimia yang memakai katalis seperti panas, asam, atau tekanan, untuk membuat struktur molekuler dua atau lebih zat kimia dalam vitamin.

Ada juga yang berasal dari teknik bioteknologi yang biasanya memakai mikroba yang dapat menghasilkan vitamin. Vitamin B12 secara tidak langsung juga berasal dari bakteri.

Namun banyak vitamin yang dibuat secara sintetik dari bahan kimia yang berasal dari limbah industri. Misalnya vitamin D berasal dari lanolin yang berasal dari wol domba.

"Kebanyakan kasus, hasil vitamin sintesis secara kimia sangat identik dengan bentuk yang ada di alam. Ini berarti tubuh kita menggunakannya dalam cara yang sama juga," tulis Price.

Jika para ahli gizi merekomendasikan kita untuk mendapatkan vitamin dari sumber alami bukannya suplemen, tak berarti vitamin sintesis itu buruk. Tapi, makanan alami (buah dan sayuran) mengandung komponen lain yang sangat beragam, bukan hanya vitamin, yang bermanfaat untuk tubuh.

Tidak semua orang beruntung hidup di daerah yang akses pada beragam makanan mudah, misalnya saja sayur, buah, ikat, daging, atau makanan yang difortifikasi (ditambahkan nutrisinya). Untuk mereka yang tidak selalu bisa mendapatkan beragam makanan, pemberian suplemen vitamin tentu diperlukan.

Suplementasi vitamin A misalnya, di negara-negara Afrika dan negara berkembang lain, sangat membantu mencegah kekurangan vitamin A yang dapat menyebabkan rabun senja.

Tetapi harus diperhatikan pula bahwa konsumsi suplemen vitamin secara tidak tepat juga justru berdampak toksik bagi tubuh. Karena itu jika memungkikan, penuhi kebutuhan tubuh akan vitamin dari sumber-sumber alami, yakni sayur, buah, ikan, daging, telur, dan sebagainya. (Muthia Zulfa)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau