KOMPAS.com - Peneliti melibatkan lebih dari 9.000 orang penderita nyeri kronis seperti artritis, masalah punggung dan migren. Mereka diminta mencatat gejala-gejalanya setiap hari menggunakan aplikasi ponsel pintar.
Aplikasi itu juga memonitor kondisi cuaca setiap jam. Hal itu memudahkan ilmuwan untuk mencocokkan cuaca dengan seberapa nyeri yang dialami peserta penelitian.
Memeriksa sekelompok 100 peserta di tiga kota, Leeds, Norwich dan London, periset menemukan jumlah hari cerah meningkat dari Februari ke Juni. Di hari-hari tanpa hujan itu, jumlah waktu orang yang mengalami nyeri parah juga menurun jauh.
Tetapi ketika musim hujan di bulan Juni dan hanya ada sedikit cahaya matahari, kadar nyeri meningkat lagi.
Proyek penelitian 18 bulan ini disebut Cloudy with a Chance of Pain. Saat ini penelitian ada di pertengahan tahap, tetapi periset memutuskan melaporkan penemuan awal mereka di British Science Festival.
Prof. Will Dixon yang mengobati pasien artritis di Salford Royal Hospital dan memimpin penelitian ini mengatakan 80 persen pasiennya berpikir ada hubungan antara cuaca dan nyeri. Sedangkan separuhnya berpikir mereka dapat memprediksi cuaca.
Bicara soal hujan dan nyeri, ia berkata, "Saya pikir tentu saja ada hubungan positif. Dingin dan lembab merupakan keluhan umum di waktu hujan. Hubungan nyeri dengan hujan tentu saja masuk akal. Namun menurut saya secara fisiologi, hujan menjadi penekan yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada artritis."
"Banyak pasien percaya mereka dapat memprediksi cuaca berdasarkan gejala yang mereka alami. Untuk mendapatkan prediksi itu, pasti ada sesuatu pada cuaca yang mempengaruhi nyeri dan cuaca," katanya.
"Tekanan mungkin mengubah sensitivitas terhadap nyeri. Tetapi sepertinya ada pasien sub grup yang memiliki relasi berbeda," imbuhnya.
Ia mengatakan mungkin sinar matahari membuat seseorang merasa bahagia, mengurangi sensasi nyeri. Aplikasi itu meminta peserta memberi peringkat suasana hati yang memungkinkan peneliti menguji pendapat ini.
Prof. Dixon, ahli epidemiologi digital dari Manchester University mengatakan ia berharap penelitian ini bakal membantu orang mengelola penyakit mereka.
"Begitu terbukti hubungan nyeri dan cuaca, masyarakat akan memiliki rasa percaya diri merencanakan aktivitas sesuai dengan cuaca. Selain itu, mengerti bagaimana cuaca mempengaruhi nyeri akan membuat peneliti medis mencari terapi dan pengobatan nyeri yang baru," katanya.
Sementara itu ada juga yang meledek ide cuaca mempengaruhi nyeri.Efek cuaca terhadap nyeri itu sudah ada sejak 400 SM ketika Hipokrates, bapak kedokteran moderen menulis soal ini di bukunya On Airs, Waters and Places.
Periset masih berharap semakin banyak orang maju mengambil bagian dalam studi ini. "Untuk mengerjakan detil bagaimana cuaca mempengaruhi nyeri, kita perlu sebanyak mungkin orang berpartisipasi dalam studi dan melacak gejala mereka di ponsel pintar," kata Prof. Dixon.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.