JAKARTA, KOMPAS.com — Setiap orang pasti pernah mengalami kedutan pada wajah. Memang terlihat sepele, dan dianggap tidak berbahaya. Namun, kedutan pada wajah dapat berpotensi sebagai hemifacial spasm.
Berbeda dengan kedutan biasa, hemifacial spasm terjadi hanya pada salah satu bagian wajah. Mulai dari dahi, lama kelamaan menjalar sampai ke bibir. Pada akhirnya setengah muka akan kaku.
dr Astri Budikayanti, SpS, spesialis saraf dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menerangkan, peyebab hemifacial spasm ada dua, yaitu karena tekanan dan bukan tekanan. Hemifacial spasm karena tekanan, terjadi ketika saraf otot "konslet" karena tumor ataupun kelainan saraf. Adapun penyebab hemifacial spasm tanpa tekanan adalah penyakit stroke, TBC, ataupun mulitiskiokolis.
"Kalau dalam istilah kedokterannya adalah lesi tertekan dan tidak. hemifacial spasm ini tidak berasa sakit," ujarnya di sela-sela Gathering Komunitas Hemifacial Spasm di Twin Plaza Hotel, Jakarta, Sabtu (15/8).
Penderita hemifacial spasm kebanyakan berusia di atas 40 tahun, dan kebanyakan yang terkena adalah wanita. Hemifacial spasm tidak dapat dicegah, pasalnya ini bukanlah penyakit, melainkan gejala dari suatu penyakit. Yang dapat dilakukan hanyalah menyembuhkan.
Jika penyebabnya karena tekanan, untuk menyembuhkannya harus menyembuhkan penyakit yang ada. "Misalnya si pasien terkena stroke, maka yang disembuhkan stroke-nya dulu," ungkap dia. Adapun jika penyebab tanpa tekanan, maka harus dilakukan adalah tindakan operasi. Setelah penyebab-penyebab disembuhkan, hemifacial spasm akan sembuh, tetapi masih ada kemungkinan untuk kambuh. Untuk mencegah hal tersebut, pasien harus terus dipantau.
"Jaga juga kondisi psikologis pasien, jika pasien cemas, maka akan kembali lagi," ujar dr Astri.
Selain itu, lanjutnya, hemifacial spasm juga dapat diobati dengan memberikan suntikan pada otot saraf yang mengalami kelainan. Namun, cara tersebut hanya dapat diberikan pada kasus-kasus tertentu.
"Penyuntikan hanya diberikan pada hemifacial spasm yang tidak diketahui penyebabnya, ataupun pada penderita tahap awal," terang dia. Penyuntikan dilakukan beberapa kali tergantung tingkat keparahannya.
Sama dengan teknik lainnya, setelah dilakukan penyuntikan, pasien harus terus dipantau. "Jaga juga kondisi psikologisnya karena pada kasus seperti ini keadaan psikologis sangat berpengaruh," tukasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.