YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Perang terhadap rokok harus dilakukan secara serentak dan gigih. Tak bisa lagi hanya sekadar imbauan, tetapi harus setengah menekan perokok. Reklame anti-rokok harus mulai dipasang dan perlu ada area publik yang benar-benar tak ada asap rokok.
"Kalau hanya imbauan bernada malu-malu dan berharap perokok sadar, selamanya perang terhadap rokok enggak bakal mendapatkan hasil. Ruang gerak perokok harus dipersempit," ujar Widijantoro, Koordinator Lembaga Konsumen Yogyakarta (LKY), Kamis (19/11).
Peraturan Gubernur DIY Nomor 42 Tahun 2009 tentang Kawasan Dilarang Merokok yang hendak disosialisasikan dengan gencar oleh Dinas Kesehatan DIY selama setahun ke depan harus didukung penuh. Pergub tersebut sebagai implementasi Perda DIY Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
"Pemerintah daerah harus segera memasang reklame antirokok di jalan-jalan utama, cantumkan kalimat di reklame yang sekiranya membuat malu jika dibaca perokok, dan memberi dukungan bagi kaum nonperokok. Poster juga disebarkan," ucapnya.
Menurut Widijantoro, pejabat publik mesti juga memberi contoh. Sekolah juga harus mulai mengadakan program untuk menyadarkan pelajar bahwa merokok itu tidak perlu, berbahaya bagi kesehatan, dan merampas hak asasi manusia yang menghirup udara bersih.
"Di Thailand, reklame antirokok sangat gencar hingga di bungkus rokok pun tecantum, tak hanya tulisan tentang dampak rokok, tapi sudah memuat gambar orang yang terkena macam-macam penyakit akibat rokok. Strategi ini di sana sukses," kata dia.
Perang terhadap rokok menurutnya jelas usaha yang sangat sulit, mengingat budaya merokok masih kuat. Kaum perokok juga tak gampang atau bahkan tak mau tahu jika diberi penyadaran bahwa aktivitasnya mengganggu orang lain. Ini adalah akibat dari budaya orang yang sangat permisif tentang rokok.
Ucapan Hari (22), mahasiswa salah satu perguruan tinggi swasta, bisa memberikan gambaran. Pola pikirnya masih pendek. Ditanya mengenai pengetahuannya terhadap dampak merokok, ia hanya menjawab, "Ngapain sih ngurusi rokok. Merokok itu pilihan, kenapa enggak boleh."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.