Jakarta, Kompas - Kasus tewasnya delapan warga Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, akibat makanan yang mereka santap mengandung arsen menunjukkan masih rendah dan kurangnya kesadaran masyarakat dalam memanfaatkan bahan kimia berbahaya. Kontrol terhadap penggunaan arsen dalam industri pun juga harus dilakukan lebih ketat.
Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia yang juga ahli Toksikologi Lingkungan, Bambang Wispriyono, di Jakarta, Sabtu (4/9), mengatakan, penggunaan arsen ataupun logam berat lainnya sudah diatur secara tegas. Namun, pengawasan terhadap pelaksanaan aturan itu masih lemah.
Penggunaan arsen terhadap manusia sudah dilarang karena dapat menimbulkan kesalahan metabolisme tubuh, seperti untuk memutihkan kulit atau pestisida. Namun, dalam industri, arsen tetap digunakan dalam dosis tertentu. Industri yang memanfaatkan arsen di antaranya adalah industri transistor, semikonduktor, gelas, tekstil, keramik, lem, hingga bahan peledak.
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Badan Pengawas Obat dan Makanan Roy Sparringa mengatakan, sesuai aturan Organisasi Kesehatan Dunia, dosis minimal pemakaian arsen yang bisa menyebabkan kematian adalah 50 miligram. Jika orang yang keracunan arsen dosis tinggi itu tak meninggal, sejumlah penyakit fatal telah menunggunya. (MZW)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.