KOMPAS.com - Di masa depan, dengan hanya mengambil sedikit sampel darah ibu hamil untuk pemeriksaan DNA, akan dapat diketahui beragam kondisi dan kelainan calon bayi. Bukan hanya penyakit down syndrome, tapi juga warna mata, tinggi badan, risiko depresi dan penyakit kanker, hingga risiko si anak kelak akan menjadi gay atau heteroseksual.
Memang semua kemajuan itu masih dalam tahap riset. Tetapi para ilmuwan bersemangat mendalami hal ini, dan diperkirakan dalam waktu tidak lama lagi hal itu akan terwujud. Kini, para ahli tengah membicarakan aspek etika dari temuan baru ini.
Melakukan pemeriksaan DNA janin dari sampel darah ibu hamil tak diragukan lagi menjadi kemajuan besar dalam dunia kedokteran dan penanganan kehamilan. "Tetapi mewujudkan hal itu dalam praktik sehari-hari sangat berisiko pada aspek legal, etikal dan sosial," kata Jaime King, dari UC Hastings College of Law yang mendalami bidang pemeriksaan genetik.
Isu etika dan sosial ini mengemuka karena adanya kekhawatiran para calon orangtua akan memilih melakukan aborsi setelah hasil tes DNA menunjukkan calon bayi mereka ternyata "tidak cukup baik" untuk dilahirkan.
Sudah sejak lama dunia kedokteran mengetahui prosedur pengambilan contoh DNA janin dengan risiko keguguran yang minimal. Tetapi dengan mengambil contoh darah ibu, risiko keguguran itu hampir tidak ada.
Kemajuan ini membuat banyak ibu hamil tertarik melakukan pemeriksaan DNA untuk mengetahui berbagai hal seputar kondisi janinnya. Hasil tes ini bahkan bisa diketahui sejak kehamilan masih dini sehingga ditakutkan membuka kesempatan untuk dilakukannya aborsi.
Dalam sejumlah penelitian yang dipublikasikan akhir tahun lalu, para ilmuwan yang tertarik pada teknologi DNA telah mampu merekonstruksi genetik bayi dengan memperbaiki bagian dari DNA janin yang berasal dari sirkulasi darah ibu. Kemajuan ini, ditambah dengan turunnya harga analisa DNA akan membuka pintu pada pemeriksaan gen individual. Hasilnya akan jauh lebih akurat dari pemeriksaan yang ada sekarang ini.
Hank Greely, profesor hukum dari Stanford University mengungkapkan, dalam 5-10 tahun lagi dokter akan bisa mengungkap 100-200 jenis penyakit hanya dari pemeriksaan DNA. "Pemeriksaan kehamilan akan memberi banyak informasi tentang genetik anak," katanya.
Informasi tersebut di satu sisi berguna, tapi pada saat yang sama menimbulkan pertanyaan mengenai tanggung jawab para calon orangtua yang melakukan rekayasa genetik. Belum lagi kesiapan mental para orangtua.
Bila anak lahir dengan kondisi yang sudah diketahui sejak awal, keberadaan tes ini akan mengubah "dari sesuatu yang terjadi", pada sesuatu yang sudah diantisipasi. Pada akhirnya semua ibu hamil akan merasa wajib melakukan pemeriksaan ini karena merasa ini adalah bagian dari tanggung jawab sebagai orangtua.
"Jika orangtua diberitahu penyakit atau kondisi si anak di usia dewasa, maka mereka akan menghabiskan banyak waktu untuk mencemaskan kondisi anak meski tak ada yang bisa dilakukan untuk mengubahnya," kata King.
Di masa depan, pemeriksaan semacam itu akan terus berkembang bahkan meneliti berbagai gen. "Jika tidak dibuat batasan sejak sekarang, kelak para calon orangtua itu sejak mengandung sudah diberitahu risiko anaknya terkena kanker payudara 60 persen atau 30 persen akan menjadi gay," kata Dr.Brian Skotko, anggota National Down Syndrome Society.
Dalam aspek sosial, King menyebutkan diagnosis prenatal ini akan menjadi cara untuk "menyembuhkan" penyakit dengan cara melakukan aborsi pada calon bayi. Sekali membuka kotak Pandora, memang sulit untuk menutupnya lagi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.