Jakarta, Kompas - Kebutuhan operasional pelayanan medis dasar diperhitungkan Rp 15.000-Rp 20.000 per orang per bulan. Asumsinya, tiap klinik melayani 5.000-10.000 jiwa.
Demikian dikatakan Eddi Junaidi, Ketua Umum Pengurus Pusat Asosiasi Klinik Indonesia (Asklin), Jumat (7/9), di Jakarta. Asklin terbentuk 7 Maret 2012 dan punya cabang di 16 provinsi.
Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Bidang Kesehatan yang akan dilaksanakan pada 2014, Asklin bersedia bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
”Asalkan pemerintah serius menjangkau setiap warga dengan pelayanan kesehatan, kami siap menyediakan klinik di perbatasan dan pedalaman. Kami memiliki mekanismenya,” katanya.
Meski SJSN Bidang Kesehatan dimulai 1 Januari 2014, pengurus klinik sebagai pemberi layanan terdepan di samping puskesmas belum pernah dipertemukan dengan BPJS ataupun pihak Kementerian Kesehatan. ”Padahal, pengurus klinik yang tahu biaya operasional untuk menggaji dokter, perawat, peralatan, investasi, dan segala macam,” ujar Eddi.
Eddi merujuk Pasal 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS yang menyatakan, standar tarif ditetapkan pemerintah setelah mendapatkan masukan dari BPJS dan asosiasi fasilitas kesehatan.
Tidak hanya Asklin, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Selasa lalu, juga menyatakan kekecewaannya tidak dilibatkan dalam pembicaraan mengenai tarif layanan kesehatan. Pembicaraan lintas kementerian menghasilkan rencana anggaran bagi premi warga tidak mampu sebesar Rp 22.000 per orang per bulan. Angka ini dinilai IDI tidak memadai untuk memberikan pelayanan kesehatan layak (Kompas, 5/9).
Mahlil Ruby, Kepala Bidang Pembiayaan dan Ekonomi Kesehatan IDI, Jumat, memerinci, dengan acuan premi Rp 22.000, diperhitungkan 30 persen (sekitar Rp 7.000) untuk rawat jalan primer. Sisanya (70 persen) untuk rawat jalan lanjutan dan rawat inap.
Jika dokter umum memelihara kesehatan 5.000 penduduk, terkumpul uang Rp 35 juta. Perhitungan lebih rinci, gaji dokter Rp 15 juta, gaji perawat Rp 3 juta, administrasi Rp 1,5 juta, operasional (listrik, air, pajak) Rp 1 juta, dan sewa ruang Rp 2 juta, tersisa Rp 12,5 juta untuk obat. Jika 30 persen dari penduduk sakit per bulan, ada 1.500 orang sakit. Jika harga obat Rp 20.000, diperlukan Rp 30 juta untuk obat. ”Kekurangan dana diambil dari mana? Bagaimana dengan perawatan gigi? Gaji dokter gigi, perawat, obat, dan sebagainya?” tuturnya.
Karena itu, Pengurus Besar IDI mengusulkan premi yang dibayar pemerintah Rp 60.000 per orang per bulan untuk memenuhi segala keperluan itu.
(ATK/ICH)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.