Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/02/2013, 08:49 WIB

KARANGANYAR, KOMPAS.com - Kementerian Kesehatan mendorong percepatan proses saintifikasi jamu. Dengan demikian, masyarakat bisa memiliki pengobatan komplementer serta alternatif yang berkhasiat dan aman.

Hal ini dikatakan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi pada peresmian Rumah Riset Jamu dan Gedung Pelatihan Iptek Tanaman Obat dan Jamu serta penyerahan sertifikat jamu, Kamis (31/1). ”Libatkan lebih banyak perguruan tinggi dan sektor swasta. Ada ribuan ramuan di Indonesia yang perlu dibuktikan keamanan dan khasiatnya bagi kesehatan,” kata Nafsiah di Balai Besar Tanaman Obat dan Obat Tradisional di Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

Menurut dia, akhir 2015 ditargetkan 20 persen kabupaten/kota memiliki dua puskesmas yang melayani pengobatan tradisional, komplementer, dan alternatif.

Sebelumnya, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Trihono menyatakan, proses saintifikasi jamu perlu waktu dua tahun. Dari empat formula jamu yang diteliti, dua formula sudah ada bukti ilmiahnya, yakni jamu tekanan darah tinggi dan asam urat. ”Persyaratan Ikatan Dokter Indonesia untuk saintifikasi jamu sangat berat. Mudah-mudahan seiring waktu makin banyak formula jamu terbukti ilmiah sehingga meningkatkan kepercayaan dokter dan waktu penelitian makin pendek,” kata Trihono.

Dua jenis jamu itu mendapat sertifikat dari Komisi Nasional Saintifikasi Jamu serta dinyatakan terbukti aman dan berkhasiat. Penelitian meliputi uji standardisasi, toksisitas pada hewan coba, observasi klinik, dan uji klinik. Komposisi jamu tekanan darah tinggi adalah seledri, daun kumis kucing, daun pegagan, rimpang temulawak, rimpang kunyit, dan meniran. Adapun komposisi jamu asam urat adalah daun tempuyung, kayu secang, daun kepel, rimpang temulawak, rimpang kunyit, dan herba meniran.

Menurut Trihono, dari riset tanaman obat dan jamu tahun 2012 yang melibatkan 25 perguruan tinggi didapatkan 6.347 spesies tanaman obat, 783 spesies telah diidentifikasi. (EKI)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau