Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/04/2013, 08:56 WIB

KOMPAS.com - Walau bukan sesuatu yang asing, tidak semua orang mengerti bagaimana memperlakukan anak penyandang autisme, termasuk dalam hal mengatur pola makannya. Padahal, makanan menjadi sumber utama nutrisi yang berguna bagi proses tumbuh kembangnya.

Autis adalah salah satu bentuk neurological disorder, yang menyebabkan penderitanya memiliki keterbatasan dalam berinteraksi dengan dunia luar. Sampai saat ini, hal yang menjadi penyebab autisme masih menjadi misteri.

Gangguan di otak tentu dapat berpengaruh pada kesehatan saluran pencernaan. Pada penderita autisme, protein peptida dan gluten tidak dapat dicerna dengan baik. Walau tidak mengobati, diet tanpa kasein dan gluten tidak memperburuk gejala autisme.

Bagi penderita autisme, protein peptida (kasein) dan gluten tidak bisa dicerna dengan sempurna. Akibatnya, hasil protein yang belum sempurna ini lolos dari usus dan masuk ke dalam aliran darah, beberapa ahli menyebutnya sebagai usus bocor (leaky gut). Pecahan ini kemudian diserap otak sebagai asupan untuk tumbuh kembangnya

Leaky gut sendiri juga dikenal dengan peningkatan permeabilitas usus (increased intestinal permeability). Menurut teori ini, anak autis memiliki sejenis lubang atau luka pada ususnya. Hal ini  disebabkan oleh racun, sensitivitas pada antibiotik, atau infeksi akibat pertumbuhan jamur Candida albican. Akibatnya, anak kehilangan keseimbangan mikrobiotik dalam saluran pencernaannya. Sehingga, anak tidak mampu memproduksi enzim yang mampu memecah gluten dan kasein dengan sempurna.

Pecahan dari gluten dikenal dengan nama Gliadorphin-7 dan beberapa protein dengan struktur yang mirip. Sedangkan dari peptida disebut Bovine ß-casomorphin-7 dan beberapa polypeptida dengan struktur yang mirip. Kedua protein memiliki kandungan mirip morfin yang disebut opioid. Protein ini kemudian diserap orang dan termanifestasi dalam bentuk gejala autisme.

Anak yang mengkonsumsi kasein dan gluten biasanya menampakkan gejala autisme lebih nyata daripada yang menghindarinya. Hal ini ditegaskan penelitian yang dilakukan Dr Paul Shattock pada 2008 di Inggris. Hasil penelitian mengatakan, anak yang tidak menyandang autisme memiliki kandungan peptida lebih rendah dibanding anak berautis.

Terus, makan apa?

Anak dengan autis sedapat mungkin menghindari hidangan dengan kandungan gluten atau peptida di dalamnya. Hal ini sangat menantang, karena anak harus menghindari segala produk susu semisal es krim, yoghurt, mentega, dan keju. Padahal, bahan makanan ini merupakan komponen utama camilan favorit anak.

Sementara untuk gluten, anak harus menghindari pasta, mie, kue kering, atau cake. Protein gluten juga terdapat di  tanaman sejenis gandum seperti rye, barley dan oats.  Gluten juga digunakan pada produk non makanan seperti pasta gigi, lip balm, dan lotion.

Walau tidak mudah orangtua bisa memulainya dari diet non kasein dan perlahan mengurangi gluten. Sebaiknya, anak banyak mengkonsumsi telur, daging, sayur, buah, dan kacang-kacangan untuk mencukupi kebutuhan gizinya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau