Jakarta, Kompas - Upaya melindungi masyarakat dari konsumsi berlebih garam, gula, dan lemak akan diatur peraturan menteri kesehatan. Pemerintah juga telah menerbitkan buku saku tentang pembatasan konsumsi garam, gula, dan lemak sebagai pedoman konsumsi.
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama mengatakan, pembahasan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Pembatasan Konsumsi Garam, Gula, dan Lemak masuk tahap akhir. Permenkes tersebut diharapkan segera selesai.
”Memang sudah terlalu lama, namun kami sudah membuat langkah agar konsumsi garam, gula, dan lemak diatur lebih ketat,” papar Tjandra. Pembahasan butuh waktu lama karena melibatkan sejumlah pemangku kepentingan. Semula, permenkes ditargetkan selesai awal 2012.
Selain permenkes, Kementerian Kesehatan mengeluarkan buku saku pembatasan konsumsi garam, gula, dan lemak. Buku saku itu telah didistribusikan ke dinas kesehatan di seluruh Indonesia, diperuntukkan bagi petugas kesehatan dan masyarakat. Melalui buku itu, masyarakat dapat mengetahui batasan konsumsi garam, gula, dan lemak yang ideal sesuai takaran sehat.
”Jumlahnya belum banyak. Ini karena program pengendalian penyakit tak menular relatif baru di Indonesia sehingga buku-bukunya pun baru diselesaikan. Harapannya, buku saku itu bisa diperbanyak,” kata Tjandra.
Kerentanan dan takaran
Konsumsi garam, gula, dan lemak berlebih rentan menimbulkan berbagai penyakit, seperti hipertensi, diabetes, jantung koroner, kanker, dan stroke. Konsumsi garam yang dianjurkan per orang per hari adalah 5 gram (setara 1 sendok teh), konsumsi gula 50 gram (4 sendok makan), dan konsumsi lemak 78 gram (1,5-3 sendok makan).
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Lucky S Slamet, Jumat (26/4), mengatakan, pihaknya mendukung upaya Kementerian Kesehatan yang menyiapkan permenkes itu. Peran BPOM mengawasi pelaksanaan permenkes di lapangan.
Selama ini, sejumlah produk makanan dan minuman telah mencantumkan kandungan nutrisi pada produk mereka sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label Makanan dan Iklan Pangan. Namun, sifatnya tak mengikat semua produk. Lima informasi yang wajib dicantumkan produsen pada label makanan adalah nama produk, bahan yang digunakan, berat bersih atau isi bersih, nama/alamat pihak yang memproduksi/ memasukkannya ke wilayah Indonesia, serta masa kedaluwarsa.
Produk yang wajib mencantumkan label adalah produk yang berisiko tinggi dari sisi penggunaan. Misalnya, susu formula bayi. ”Keberadaan permenkes itu diharap melindungi masyarakat lebih luas,” ujar Lucky.
BPOM, kata Lucky, telah menyampaikan usulan agar pemerintah mengkaji produk-produk yang wajib mencantumkan label. Beberapa produk, seperti air minum kemasan, tak cocok diwajibkan mencantumkan kadar garam, gula, dan lemak karena tidak mengandung tiga komponen itu.
”Rencananya yang mau diatur pangan olahan dan siap saji. Untuk pangan olahan kami siap, kalau makanan siap saji bukan kewenangan kami. BPOM mengusulkan agar pemberian label diwajibkan berdasar risiko penggunaan produk,” kata dia.
Ia mengingatkan perlunya penegakan hukum agar permenkes berlaku efektif. ”Kami dukung, tapi tetap harus ada analisis terhadap risiko tiap produk,” katanya. (DOE)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.