Dalam studi berskala besar, para peneliti Denmark menemukan "risiko kekambuhan" ini sekitar tujuh kali lebih tinggi dibanding anak yang saudaranya tidak mengalami autisme. Perhitungan risiko tersebut jauh lebih rendah dibanding penelitian lainnya yang menyebut sampai 19 persen.
"Apakah risiko tujuh kali itu dianggap tinggi atau rendah sangat tergantung pada keluarga yang mengalaminya untuk memutuskan," kata Therese Koops Gronborg, peneliti dari Aarhus University, Denmark.
Gronborg juga mengevaluasi secara terpisah anak-anak yang menjadi kakak kandung berasal dari ayah dan ibu yang sama menyandang autisme, serta yang kakaknya satu ibu atau satu bapak.
Ternyata, anak yang kakaknya berasal dari ayah dan ibu yang sama memiliki risiko untuk menyandang autisme 7,5 persen, sedangkan anak yang hanya satu ibu atau satu ayah dengan si kakak risikonya lebih rendah.
Penelitian ini mengevaluasi 1,5 juta anak yang lahir di Denmark antara tahun 1980 dan 2004, kemudian diikuti sampai tahun 2010.
Para peneliti juga menemukan tidak ada waktu tren dalam periode studi. Ini berarti tidak ada faktor yang berpengaruh pada risiko "kekambuhan autisme" di saudara kandungnya.
Menurut Dr Jefry Biehler, ketua departemen kesehatan anak dari Miami Children's Hospital, hasil penelitian tersebut sangat berguna bagi keluarga yang memiliki anak autisme.
"Karena intervensi dini dan diagnosis yang tepat sangat penting untuk meningkatkan perkembangan kemampuan anak autisme. Informasi ini bisa membantu orangtua yang sudah memiliki anak autisme," kata Biehler.
Hasil penelitian ini juga menegaskan bahwa penyebab risiko autisme sangat beragam. "Baik faktor genetik maupun lingkungan berpengaruh pada terjadinya autisme," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.