Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 23/08/2013, 10:55 WIB
Unoviana Kartika

Penulis


KOMPAS.com — Kata "herbal" dijadikan jaminan keamanan suatu obat karena bersifat alami sehingga orang cenderung mengabaikan aturan untuk mengonsumsinya. Padahal, obat herbal belum tentu aman, apalagi jika diminum tidak sesuai anjuran.

"Obat herbal juga memiliki aturan dosis yang perlu dipatuhi. Jika tidak, justru akan menimbulkan kontraindikasi. Prinsipnya seperti obat kimia," tutur pakar obat herbal dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga dr Arijanto Jonosewojo, SpPD dalam konferensi pers "Dilema Dokter Meresepkan Obat Herbal" oleh SOHO Group, Kamis (22/8/2013) di Jakarta.

Obat herbal merupakan bahan-bahan herbal yang telah melewati sebuah proses peracikan dan digunakan untuk mengobati penyakit tertentu. Di Indonesia, obat herbal terbagi menjadi tiga jenis, yaitu jamu, obat herbal terstandar (OHT), dan fitofarmaka.

Arijanto menilai, obat herbal dianggap aman oleh kebanyakan masyarakat karena terbukti secara empiris dapat menyembuhkan penyakit tanpa dosis yang pasti, terutama untuk obat herbal yang berupa jamu, khasiatnya akan terlihat setelah meminumnya dalam jangka waktu tertentu dan berbeda-beda pada setiap individu.

"Padahal, obat herbal yang sudah mulai digunakan dokter adalah OHT dan fitofarmaka yang sudah ada dosis pastinya sehingga penggunaannya tidak sesuai dosis bisa berbahaya," paparnya.

Arijanto mengatakan, meskipun umumnya terbukti secara empiris, obat herbal ada juga yang bersifat toksik. Ini terjadi karena proses peracikan obat yang tidak sesuai dengan peracikan yang sebelumnya sehingga manfaat yang dimiliki oleh sebuah bahan herbal bisa berubah menjadi toksik.

"Misalnya secara tradisional suatu bahan herbal biasanya direbus atau diseduh dengan air saat proses pembuatan obat malah menggunakan metanol. Jelas memberikan efek yang berbeda," jelasnya.

Obat herbal, lanjut Arijanto, juga dapat menimbulkan interaksi obat dengan obat lain. Interaksi obat bisa memberikan efek saling menetralkan ataupun saling memperkuat dosis. Keduanya sama-sama tidak menguntungkan. Kendati bukan tanpa risiko, Arijanto melihat potensi obat herbal sangat besar untuk dijadikan dasar dari pengobatan modern. Bahkan, pasarnya cenderung meningkat dari tahun ke tahun.

"Maka, penting halnya untuk tetap memperhatikan aturan mengonsumsi obat herbal," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau