Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/08/2013, 10:22 WIB
Unoviana Kartika

Penulis


KOMPAS.com - Selama ini pengobatan hepatitis C dilakukan dengan obat-obatan yang harganya tergolong mahal. Sementara itu, tren back to nature yang semakin marak membuat industri farmasi mulai melakukan inovasi memanfaatkan herbal sebagai pengobatan penyakit ini.

"Dengan menggunaan herbal, diharapkan pula harga obat semakin bisa ditekan," ujar Direktur Eksekutif Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences (DLBS) PT Dexa Medica Raymond R. Tjandrawinata seusai acara peresmian DLBS, Selasa (20/8/2013) di Cikarang, Jawa Barat.

Raymond mengatakan, fraksi bioaktif tertentu dari tanaman mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) dapat menjadi obat hepatitis C yang poten. Saat ini, obat tersebut masih dikembangkan oleh para peneliti di DLBS.

Hepatitis C merupakan penyakit peradangan sel-sel hati yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis C (VHC). Hepatitis C termasuk dalam golongan penyakit kronis, namun dapat disembuhkan dengan pengobatan.

Raymond menjelaskan, fraksi bioaktif tertentu dari mahkota dewa memiliki kemampuan mencegah fibrosis yang ditimbulkan oleh VHC. Dengan mencegah fibrosis, maka fraksi tersebut juga mampu mencegah peradangan pada hati.

Menurut Raymond, dengan prinsip farmakologi modern, bahan-bahan herbal dapat dijadikan obat dengan efek yang menyamai bahkan lebih baik dari obat sintetik (kimia). "Dengan proses fraksinasi bertingkat, dimungkinkan untuk hanya mengambil zat teraktif dari suatu bahan alam sehingga khasiatnya pun tidak kalah dari obat sintetik," tuturnya.

Obat herbal, lanjutnya, memiliki tingkatan berdasarkan proses yang telah dilewatinya. Saat hanya melewati proses ekstraksi sederhana, maka obat herbal masih dikategorikan jamu. Selanjutnya, setelah melewati uji praklinis, maka kategorinya meningkat menjadi obat herbal terstandar, dan jika sudah melewati uji klinis, obat herbal disebut fitofarmaka.

"Kami sedang mengembangkan bahan-bahan herbal, termasuk mahkota dewa, untuk menuju hingga ke fitofarmaka," ujar Raymond.

Penggunaan herbal sebagai bahan baku obat, menurut Raymond, sangat mungkin menekan biaya produksi obat dibandingkan dengan menggunakan bahan baku obat kimia impor. Inilah yang membuat harga jualnya pun jauh lebih murah.

"Untuk beberapa obat tertentu, bahkan harga obat herbal hanya 10 persennya dari harga obat kimia. Padahal kualitasnya sama," ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com