Salah satu pemicu alergi adalah obat bius atau anestesi. Walaupun jarang terjadi, alergi ini memiliki reaksi yang fatal. "Tiap negara berbeda, ada yang satu kasus dalam 10.000 atau satu dalam 100.000. Alergi anestesi kerap tidak ketahuan dan akibatnya sangat berbahaya," kata dokter spesialis anak, Widodo Judarwanto, Senin (14/10/2013) di Jakarta.
Hal ini mengingatkan pada kasus meninggalnya Andhika Oemar Faruh (13), Sabtu (5/10/2013) lalu di Semarang. Korban yang akan menjalani operasi pengangkatan amandel ini diduga mengalami reaksi seketika (anafilaktik) berat, akibat obat anestesi yang disuntikkan. Reaksi ini mengakibatkan kondisi korban terus menurun hingga akhirnya meninggal. Dalam kasus ini orangtua korban mengaku tak tahu alergi yang dimiliki sang anak.
Menanggapi kasus ini, Widodo mengimbau para orangtua untuk memahami dan mewaspadai reaksi alergi yang dialami anak-anak. Informasi mengenai reaksi alergi juga harus disampaikan saat berkonsultasi dengan dokter.
Pembengkakan amandel, misalnya, jelas Widodo, merupakan reaksi tubuh pada infeksi kuman yang masuk. Kondisi ini rentan terjadi pada anak penderita alergi. Kondisi ini juga merupakan tanda buruknya ketahanan tubuh anak. Seringnya kuman menginfeksi dan menyebabkan sakit mengakibatkan kelenjar pertahanan tersebut membengkak dan tidak mengempis kembali.
"Kalau sudah kena amandel, waspadalah pada alergi. Ingat, reaksi alergi kerap tidak ketahuan sebelum akhirnya terjadi. Sementara pemicu sangat beragam, tidak hanya pada makanan atau udara, tapi juga obat anestesi," terang Widodo.
Orangtua, kata Widodo, umumnya menganggap reaksi alergi berupa gatal dan kulit kemerahan. Padahal, bengkak dan sakit berulang juga merupakan reaksi alergi. Pada penderita amandel, kondisi ini terwujud dalam riwayat sakit panas, batuk, dan pilek yang berulang kali terjadi dalam rentang waktu sebentar.
"Bila keadaan ini terjadi, sebaiknya katakan saja reaksi alergi yang dialami anak. Sehingga dokter punya gambaran ketika mengambil tindakan," kata Widodo.
Jika orangtua tidak mengungkapkan reaksi alergi yang dialami anak, maka dokter tidak memiliki gambaran apa pun ketika mengambil tindakan, termasuk untuk anestesi. Akibatnya, tindakan akan dilakukan sesuai prosedur yang ada, tanpa pertimbangan munculnya reaksi alergi.
Info tentang reaksi alergi, misalnya, menjadi pertimbangan dokter memberi obat secara bertahap untuk melihat respons tubuh. Biasanya untuk obat anestesi akan diberikan sedikit demi sedikit melalui proses pengenceran melalui cairan infus. Ada juga yang diberikan melalui obat minum yang dikonsumsi bertahap.
"Upaya ini merupakan pencegahan jangan sampai reaksi alergi mengancam nyawa anak. Memang tidak selalu menunjukkan hasil positif karena belum tentu obat anestesi menjadi pemicunya," tandas Widodo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.