Hal ini nyata terlihat pada kasus video asusila pelajar SMP yang menggegerkan masyarakat baru-baru ini. Orangtua diduga tidak memberi contoh teladan bagi anak, hingga akhirnya anak terekspos hal negatif di lingkungannya.
"Tak bisa dipungkiri orangtua berperan besar dalam peristiwa ini. Orangtua anak tersebut mungkin 'nakal' dan tidak memberi hak anak terkait masalah seksual," kata dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat UI (FKM-UI), dr Rita Damayanti SPsi, MSPH.
Terkait hak anak, Rita berpendapat, mungkin orangtua pelaku masih beranggapan seks adalah sesuatu yang tabu. Hal tersebut tidak sesuai dengan kepribadian anak sekarang yang kerap bertanya dengan awalan kenapa. Pertanyaan sebab akibat tersebut kebanyakan berbuah keingintahuan lain. Bila tidak memperoleh jawaban meyakinkan, maka anak akan menjadi sangat penasaran dan berusaha memenuhi keingintahuannya.
Bentakan atau omelan, kata Rita, hanya meredam sementara keingintahuan anak. Bila efeknya sudah hilang, maka segala pelarangan tidak lagi memiliki pengaruh. Pengekangan justru memancing rasa penasaran yang menuntut agar hal itu segera terpenuhi. Akibatnya anak segera mendatangi sumber informasi terdekat dan termudah, yang tentunya bukan orangtua. Padahal sumber tersebut tidak memiliki info akurat.
Menghadapi kondisi ini, Rita menyarankan agar orangtua segera mengubah pola pikir yang meyakini seks adalah tabu. Hal ini didukung survei yang mengatakan, 50-60 persen remaja tidak mengetahui, sekali berhubungan seksual bisa menyebabkan kehamilan.
"Anak kita sudah telanjur terekspos hal yang tidak terjadi di zaman sebelumnya. Yang bisa dilakukan sekarang adalah bagaimana supaya informasi tersebut tidak membuat remaja salah mengambil tindakan," ujarnya.
Orangtua, ujar Rita, harus menjadi pembimbing yang baik. Pembimbing di sini tidak sebatas melarang, tetapi menjelaskan sebab tidak boleh melakukan sesuatu. Selanjutnya, sedapat mungkin orangtua harus masuk ke lingkungan pergaulan anak. Dengan demikian, orangtua bisa mengetahui apa yang sedang tren dan apakah baik untuk perkembangan remaja.
Terkait pendidikan seks, Rita menyarankan agar orangtua bekerja sama dengan pihak sekolah. Pendidikan seks sebaiknya diberikan langsung oleh tenaga kesehatan yang tersedia. Penjelasan oleh dokter atau bidan dinilai lebih netral, dan menjawab keingintahuan remaja terkait seks dan reproduksi.
"Yang penting jangan asal melarang, yang hanya menimbulkan penentangan. Jelaskan tentang seks sebaik mungkin dan adakan pendekatan dengan remaja. Jangan sampai remaja berjalan tanpa bimbingan, di tengah kelabilan dan gejolak hormon yang sedang dilalui," kata Rita.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.