KOMPAS.com — Di suatu pojok ruang hemodialisis Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), saya melihat seorang pasien, laki-laki, usianya barangkali sekitar 40 tahun, sedang berbaring seperti biasanya, menjalani cuci darah (hemodialisis).
Saya melihat, tidak berapa lama setelah peralatan cuci darah terpasang dan mesinnya bekerja menggantikan ginjalnya yang tidak berfungsi itu, tampak dia langsung tidur. Suara dengkurannya yang dalam dan kuat seolah-olah tidak menggangu pasien lain yang ada di sebelahnya.
Sekitar 2 jam setelah itu, terlihat istrinya datang membawa makanan. Lalu, pasien tersebut tampak tiba-tiba tersentak bangun dan langsung makan didampingi istrinya.
Tertarik dengan pasien ini, dan ingin tahu mengapa dalam usianya yang relatif masih muda itu dia sudah harus menjalani cuci darah, saya lalu menghampirinya.
"Pagi dokter," sapa dia lebih dahulu.
"Pagi, apa kabar? Enak sekali tidurnya pagi ini," seloroh saya.
"Hehehe, Alhamdulillah, baik dokter."
"Syukurlah, walaupun harus menjalani cuci darah, yang penting semua ya tergantung bagaimana reaksi kita saja. Ada pasien yang sudah menjalaninya selama 26 tahun. Saya lihat dia masih oke saja. Mudah-mudahan Anda juga demikian."
"Ya, dokter, saya juga berharap demikian. Tapi dokter, saya baru saja, baru 2 minggu ini, saya masih agak stres, belum bisa menerimanya."
"Insya Allah nanti terbiasa, seperti yang lainnya."
"Oh ya, mengapa Anda sampai menjalani ini?" tanya saya karena ingin tahu apa sebenarnya penyakit dasar yang membuat dia harus menjalani cuci darah ini.
"Saya menderita diabetes melitus dokter, sejak 15 tahun lalu. Tapi, waktu itu saya tidak begitu pedulikan. Saya tidak pernah memikirkan akan seperti ini akhirnya. Saya menyesal sekali dokter," ungkapnya.
"Ya, saya ikut prihatin, tetapi menyesalinya tidak membuat Anda menjadi ebih baik. Masih banyak yang dapat Anda lakukan ke depan agar keadaan menjadi lebih baik, kualitas hidup Anda juga semakin baik juga. Dan, harus Anda ingat, bahwa Anda tidak sendiri, banyak orang lain seperti Anda, mereka bisa menjalaninya dengan baik," ungkap saya, memberi semangat pasien.
Diabetes memang sebagai salah satu penyebab utama pasien gagal ginjal yang akhirnya menjalani cuci darah. Di Amerika Serikat, penyebab terbanyak pasien gagal ginjal adalah akibat komplikasi diabetes. Di Indonesia, sebagai penyebab nomor 2 setelah penyakit glomeronefritis. Walau begitu, tidak semua penyandang diabetes berakhir demikian, hanya kurang dari sepertiga pasien diabetes yang akhirnya menjalani cuci darah.
Tetapi, walau tidak semua pasien diabetes akan mengalami komplikasi gagal ginjal, komplikasi ini pasti tidak ada yang menginginkan. Di samping harus cuci darah selama hidupnya, pasti juga tidak nyaman, biaya besar, dan angka kematian mereka juga lebih tinggi. Karena itu, sebelum ini terjadi banyak yang dapat dilakukan untuk mencegahnya. Di antaranya adalah sebagai berikut.