Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alergi, Penyebab Kematian "Salah Obat" dari Puskesmas  

Kompas.com - 30/01/2014, 09:12 WIB
Unoviana Kartika

Penulis


KOMPAS.com — Akhir pekan lalu, sempat diberitakan kematian seorang wanita muda bernama Hasanah di Pamekasan, Madura, Jawa Timur. Hasanah meninggal di Rumah Sakit Dr Slamet Martodirjo, Pamekasan, Sabtu (25/1/2014), yang disinyalir karena alergi obat yang diberikan puskesmas tempatnya berobat, Puskesmas Tlanakan.   
 
Menurut pemberitaan, Hasanah meninggal dengan kondisi mengenaskan. Dia mengalami bengkak di sekujur tubuhnya. Ia juga menderita luka melepuh seperti orang terbakar.  
 
Awalnya, Hasanah pergi ke puskesmas karena mengalami panas dan sakit kepala. Dokter yang mendiagnosisnya kemudian memberikan obat kepadanya, antara lain obat penurun panas, antibiotik, pereda batuk, dan vitamin. 
 
Namun, pada malam harinya, bukannya membaik, kondisi Hasanah justru bertambah buruk. Dia mengeluh menderita panas, seperti terbakar, dan sakit kepala. Setelah kembali pergi ke puskesmas, Hasanah pun diberi obat untuk mengatasi bengkaknya. 
 
Tak kunjung membaik, dia akhirnya dibawa ke RS. Dia pun dirawat inap setelah didiagnosis oleh dokter penyakit dalam. Namun, setelah semalam dirawat, Hasanah meninggal dalam keadaan tubuh yang bengkak dan kulit kehitaman mengelupas.   
 
Dokter pakar alergi dan imunisasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo (FKUI/RSCM), Iris Rengganis, menganalisis, Hasanah meninggal karena sebuah alergi yang dinamakan sindrom steven johnson (SSJ). Gejala SSJ, kata dia, serupa seperti yang dialami Hasanah, yaitu kulit terasa terbakar dan lama-kelamaan menghitam dan mengelupas. 
 
"Reaksi alergi itu biasanya dipicu oleh obat-obatan jenis antibiotik dan obat-obat epilepsi," ujar Iris saat ditemui Kompas Health, Rabu (28/1/2013), di Jakarta.   
 
Namun, menurut Iris, reaksi alergi tersebut tidak dapat diprediksi sebelumnya sehingga dokter puskesmas yang memberikan obat juga tidak dapat disalahkan.   
"Reaksi alergi itu tidak bisa diprediksi, tidak ada tanda-tanda sebelum terpapar pemicu alerginya, biasanya karena seseorang tersebut sudah punya bakat untuk mengalaminya," terangnya.   
 
Alergi, jelas Iris, merupakan reaksi sistem imun yang berlebihan terhadap suatu alergen. Alergen atau pemicu alergi bisa berasal dari mana saja, misalnya makanan, obat, hingga vaksin.   
 
Kecepatan penanganan alergi, kata dia, merupakan hal yang penting. Pasalnya ada pula jenis alergi yang bersifat shock anafilaksis atau mengancam nyawa. Gejalanya adalah tekanan darah yang menurun drastis sehingga sistem sirkulasi tubuh terganggu dan terjadi penurunan fungsi organ.   
 
"Maka untuk upaya preventif, biasanya dokter menyiapkan penetral saat akan memberikan obat, terutama yang bersifat suntikan, yaitu adrenalin dan steroid karena kita tidak pernah tahu apakah akan terjadi reaksi alergi atau tidak," tutur Iris.   
 
Untuk kasus SSJ, Iris menjelaskan, prevalensinya masih belum diketahui secara pasti. Namun, laporan kejadiannya selama ini tidak terlalu banyak. Dia menyarankan agar pasien selalu mewaspadai reaksi dalam tubuhnya setelah minum obat-obatan tertentu agar jika terjadi alergi, penanganannya bisa lebih cepat dilakukan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com