Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/03/2014, 15:56 WIB
KOMPAS.com - Melalui program dokumenter, "Doctors Go Wild", Kompas TV mengajak dua dokter untuk mengeksplorasi berbagai tempat di pelosok Nusantara, melihat dan mempelajari berbagai tata cara serta keunikan pengobatan tradisional yang dilakukan masyarakat setempat.

Kedua dokter tersebut adalah Ratih Citra Sari (33), traveler bergelar S2 Hukum Kesehatan, dan Andri Prasetya Wibowo (31), dokter residen urologi yang mencintai fotografi dan backpacking.

Inilah salah satu cerita perjalanan mereka.

Dr Ratih Citra Sari
Menyampaikan sebuah berita buruk akan kondisi kesehatan seseorang kepada sang pasien dan atau keluarganya, adalah hal tidak menyenangkan bagi tiap dokter, dalam kondisi apa pun dan di mana pun. Siang ini, di kaki gunung Binaiya, Negeri Huaulu di Pulau Seram yang indah ini, saya harus menyampaikan berita buruk tersebut.

Berita Buruk di Negeri Huaulu
Lelaki setengah baya berperawakan kurus tersebut datang menemui saya dari desa sebelah. Saat sedang melakukan wawancara medis, informasi yang saya dapat seketika menaikkan denyut jantung saya. Bapak yang santun ini kemungkinan besar menderita kanker saluran pencernaan.

Kebingungan melanda saya. Saya membatin, saya perlu pemeriksaan penunjang untuk melakukan konfirmasi dugaan diagnosis saya. Pemeriksaan penunjang, sebuah hal sederhana yang berkali-kali dalam satu hari bisa saya laksanakan di kota. Tapi disini? Sebuah kemustahilan.

Tiadanya pemeriksaan penunjang mengingatkan ajaran yang sangat berharga dari seorang guru saya. Seorang dokter selaiknya mendiagnosis pasien menggunakan indera mereka, mendengar, melihat dan merasakan. Seringkali saya dan sejawat saya di kota melupakan ajaran penting ini. Kami seringkali secara tidak sadar menumpulkan indera diagnostik dan analisis kami sendiri dengan kemewahan pemeriksaan penunjang.

Akhirnya dengan hati-hati saya menyampaikan berita buruk tersebut dan menganjurkan sang pasien untuk segera pergi ke rumah sakit di kota besar terdekat untuk kemudian mendapatkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya. Sebuah anjuran yang saya yakin hanya menjadi angan baginya. Akses keluar-masuk wilayah yang cukup berat, minimnya edukasi kesehatan dan masalah ekonomi, tentu menjadi faktor yang membuat sang pasien berpikir berkali-kali untuk mengikuti anjuran saya.

Saya meninggalkan Negeri Huaulu, menyeberangi sungai yang deras dan berjalan kaki di bawah panas matahari yang menyengat, meneruskan perjalanan saya sambil berusaha memupuk harapan baru akan berbagai hal menarik yang mungkin saya temui di tujuan saya berikutnya, Negeri Nua Nea.

Tradisi Unik di Negeri Nua Nea
Di Nua Nea, modernisasi lebih terasa. Beberapa orang bertutup kepala kain merah terlihat berlalu-lalang sembari sibuk memandang layar telepon selular. Namun ternyata modernisasi tidak menyurutkan keyakinan mereka akan adat istiadat. Salah satunya terlihat dalam adat bagi perempuan yang baru melahirkan dan sedang datang bulan.

Ada sebuah bangunan khusus bagi perempuan yang baru melahirkan dan sedang datang bulan yang disebut Posune. Sebuah tradisi unik berkaitan dengan posune adalah tradisi perayaan keluarnya ibu dan bayi yang baru lahir dari posune untuk pertama kalinya. Sebuah perayaan yang dipersiapkan oleh seluruh anggota keluarga dan warga dengan penuh suka cita, selayaknya sebuah simbol lahirnya harapan yang patut disambut dengan penuh kesyukuran.

Kebetulan saya berkesempatan berinteraksi dengan seorang perempuan yang sedang datang bulan yang tinggal dalam posune. Saat mengobrol, saya menemukan sebuah fakta yang cukup mengejutkan, bahwa perempuan yang sedang datang bulan di sini tidak memiliki kebiasaan memakai pembalut, baik yang terbuat dari kain dan dapat dicuci maupun yang sekali pakai.

Saya pun kemudian langsung berpikir bahwa kemungkinan ini adalah salah satu faktor mengapa mereka yang sedang datang bulan dan baru melahirkan dirumahkan di posune. Tentunya sangat tidak nyaman bagi mereka untuk tetap berkegiatan seperti biasa saat datang bulan dan baru melahirkan tanpa menggunakan pembalut.

Segera saya memusatkan pokok pembicaraan tentang sanitasi kewanitaan, dengan harapan dapat memberi sedikit edukasi kesehatan akan pentingnya menjaga kebersihan terkait masa datang bulan.

Pengalaman berinteraksi dengan perempuan dalam posune tersebut menyisakan pertanyaan saat saya berpamitan dengan warga Nua Nea. Sesederhana itukah alasan sebuah adat dipertahankan turun temurun?

Akankah kemajuan zaman dan peningkatan kesadaran akan kemungkinan simplifikasi kehidupan dan atas dasar peningkatan kualitas sanitasi, mengikis tradisi unik ini?

DOK. KOMPAS TV Upacara Makasusue untuk ibu baru melahirkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau